Peneliti ke Luar Negeri Ogah Pulang RI, Bos BRIN Buka Suara

Jakarta, CNBC Indonesia – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko buka suara ihwal adanya isu para peneliti Indonesia yang mengenyam pendidikan dan berprofesi di luar negeri enggan pulang ke Indonesia akibat persoalan birokrasi.

Menurutnya, isu itu telah direspons pemerintah melalui berbagai penyederhanaan birokrasi dengan kebijakan reformasi birokrasi yang telah ditetapkan Presiden Joko Widodo. Persepsi birokrasi rumit bagi peneliti munurutnya sudah tak ada pada era kini.

“Itu kan karena stigma zaman dulu. Tapi kan sekarang dia sudah enggak perlu birokrasi begitu,” kata Laksana saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (5/9/2023).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Ia mengatakan, bagi para peneliti, seluruh proses riset atau pengajuan proposal penelitian pun telah dilaksanakan secara online, sehingga tidak melalui mekanisme birokrasi yang panjang dan rumit. Digitalisasi kata dia gencar dilakukan di BRIN.

“Jadi pemangkasan birokrasi di kita itu sangat ekstrem, sehingga mirip kayak di luar. Asal dia bisa bikin proposal bagus, semua juga online,” ucap Laksana.

Laksana juga telah mengungkapkan komitmen pemerintah dan BRIN untuk membawa pulang periset-periset diaspora tanah air untuk kembali pulang ke Indonesia dan bekerja di dalam negeri.

Setiap tahunnya lowongan bagi para diaspora menjadi aparatur sipil negara (ASN) di BRIN akan dibuka untuk 500 posisi dengan klasifikasi lulusan tingkat S3. Mekanisme rekrutmennya akan melalui proses berbasis kompetensi melalui https://manajementalenta.brin.go.id/.

“Di BRINĀ atas dukungan dari Kementerian PANRB tentu kami setiap tahun dan tahun ink juga insya Allah membukan 500 posisi dengan kualifikasi S3,” kata Laksana di Kantor Pusat BRIN, Jakarta, Selasa (5/9/2023).

Laksana menegaskan, rekrutmen ini bukan sekedar keinginan pemerintah untuk mengembalikan para diaspora untuk mengisi posisi ASN, baik PPPK maupun PNS, namun lebih dari itu sebagai bentuk komitmen pemerintah menunjukkan political will adanya ruang profesi bagi mereka.

“Bahwa negara ini tidak hanya pandai ngirim anak muda tapi juga menyediakan tempat bagi anak muda untuk berkarir, berkarya, sesuai bidang dan passion-nya,” ucap Laksana.

“Minimal sekarang diaspora punya pilihan bahwa oh kalau saya balik ke Indonesia ada tempat yang bisa menerima saya, di mana saya bisa berkarya, bekerja sesuai passion, dan sesuai kapasitas saya, kalau dulu kan enggak ada,” ujarnya.

Bagi para diaspora lulusan S3 ini, menurut Laksana akan bisa mendapatkan jabatan langsung di level ahli madya sesuai kompetensinya. Ini menurutnya menjadi salah satu daya tarik supaya para diaspora itu mau pulang ke tanah air.

“Bisa sampai madya, ahli madya, kalau dulu kan enggak ada, jadi kan kita negara harus ngasih pilihan ke generasi muda, sebelumnya enggak ada sama sekali sekarang minimal ratusan bisa balik,” tutur Laksana.

Melalui proses rekrutmen ini, Laksana juga memastikan bahwa para diaspora dengan level pendidikan tinggi itu bisa mendapatkan gaji atau upah lebih tinggi ketimbang hanya menjadi dosen atau tenaga pengajar di kampus-kampus.

“Sulitkan cari kerja yang sesuai, kalau masuk kampus kan paling bisa ya masuk kampus, tapi kan dibayar hanya Rp 7 juta, Rp 6 juta ya kan kasihan jadi nggakĀ memotivasi dia, kalau di BRIN kan dia bisa langsung ambil Rp 20 juta,” tegasnya.

Namun, Laksana mengakui, daya tarik mereka untuk bisa pulang tentu bukan hanya terkait jabatan dan gaji saja, melainkan juga ruang untuk mengimplementasikan ilmunya maupun terus mengembangkannya di dalam negeri.

“Kan enggak hanya uang masalahnya, tapi juga passion-nya terakomodasi. Karena itu sesuatu yang saya alami sendiri dulu jadi saya tidak ingin itu terjadi lagi. Dari 500 itu sebetulnya masih kurang sebenarnya,” ucap Laksana.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Tanggal Idul Adha Bisa Beda, Ini Penjelasan BRIN

(fab/fab)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *