Bisakah Matahari Berubah Jadi Lubang Hitam Setelah Mati?


Jakarta, CNN Indonesia —

Dalam waktu sekitar 5 miliar tahun, Matahari akan mencapai akhir masa pembakaran bahan bakar nuklirnya dan tidak akan lagi dapat menopang dirinya melawan gravitasinya sendiri. Lalu, bisakah Matahari menjadi lubang hitam ketika mati?

Lapisan luar Matahari akan menyebar, dan mungkin menghancurkan Bumi dalam prosesnya, sementara intinya runtuh menjadi sesuatu yang sangat padat, meninggalkan sisa-sisa bintang. Jika keruntuhan gravitasi inti bintang selesai, sisa-sisa bintang akan membentuk lubang hitam.

Wilayah ruang dan waktu dengan pengaruh gravitasi yang begitu besar sehingga bahkan cahaya pun tidak dapat lepas dari cengkeraman Matahari. Jadi, apakah Matahari akan menjadi lubang hitam ketika mati?


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Secara singkatnya tidak bisa, karena Matahari tidak memiliki apa yang dibutuhkan untuk menjadi lubang hitam.

“Itu sangat mudah: Matahari tidak terlalu cukup berat untuk menjadi lubang hitam,” kata Xavier Calmet, seorang ahli lubang hitam dan profesor fisika di University of Sussex, Inggris, mengutip Live Science, Rabu (6/9).

Menurut Calmet ada beberapa faktor yang bisa menjadikan sebuah bintang menjadi lubang hitam, yakni komposisi, rotasi, dan proses yang mengatur evolusinya, tapi persyaratan utamanya adalah jumlah massa yang tepat.

“Bintang dengan massa awal lebih besar dari sekitar 20 hingga 25 kali massa Matahari kita memiliki potensi untuk mengalami keruntuhan gravitasi yang diperlukan untuk membentuk lubang hitam,” ujar dia.

Ambang batas ini yang dikenal sebagai batas Tolman-Oppenheimer-Volkoff, pertama kali dihitung oleh J. Robert Oppenheimer dan rekan-rekannya. Saat ini, para ilmuwan berpikir bintang yang sekarat harus meninggalkan inti bintang yang berada di suatu tempat sekitar dua hingga tiga kali massa Matahari untuk menciptakan lubang hitam.

Secara teori, jika massa Matahari dua kali lipat dari massanya saat ini, maka Matahari akan berpeluang menjadi lubang hitam. Namun, anggapan ini ternyata salah.

Ketika sebuah bintang menghabiskan bahan bakar nuklir pada intinya, fusi nuklir hidrogen menjadi helium masih terjadi di lapisan luarnya. Jadi, ketika intinya runtuh, lapisan luar mengembang dari bintang dan memasuki fase raksasa merah.

Ketika matahari menjadi raksasa merah dalam waktu sekitar 6 miliar tahun, atau satu miliar tahun setelah kehabisan hidrogen pada intinya, ia akan mengembang ke sekitar orbit Mars, menelan planet-planet dalam orbit, mungkin termasuk Bumi.

Lapisan luar raksasa merah akan mendingin dari waktu ke waktu dan menyebar untuk membentuk nebula planet di sekitar inti Matahari yang membara. Bintang masif yang menciptakan lubang hitam mengalami beberapa periode keruntuhan dan ekspansi, kehilangan lebih banyak massa setiap kali.

Hal itu karena pada tekanan tinggi dan suhu kelas berat seperti itu, bintang-bintang dapat memadukan unsur-unsur yang lebih berat.

Itu berlangsung sampai inti bintang terbuat dari besi, elemen terberat yang bisa diciptakan bintang, dan bintang itu meledak dalam supernova, kehilangan lebih banyak massanya.

Menurut NASA, lubang hitam bermassa bintang yang khas (varietas terkecil yang diamati para astronom) tiga hingga 10 kali lebih berat dari Matahari, tetapi mereka bisa mencapai 100 kali matahari.

Lubang hitam bermassa bintang yang besar dan kuat tidak dimulai dengan cara ini, melainkan ia menjadi lebih berat dengan memakan gas dan debu di dekatnya, dan bahkan pada tubuh bintang pendampingnya jika pernah menjadi milik sistem biner.

Calmet mengungkap Matahari, bagaimanapun, tidak akan pernah sampai ke tahap sekering-besi. Sebaliknya, Matahari akan menjadi benda kerdil putih, bintang padat seukuran Bumi.

[Gambas:Video CNN]

(rfi/dmi)

[Gambas:Video CNN]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *