Jakarta, CNBC Indonesia – Warga China berebut diskon di e-commerce. Karakter itu dimanfaatkan oleh raksasa e-commerce Pinduoduo untuk meraup transaksi besar-besaran sepanjang Q3 2023.
Dalam laporannya, Pinduoduo mencatat pertumbuhan pendapatan 94% pada Q3 2023 secara tahun-ke-tahun (YoY). Pertumbuhan itu jauh mengalahkan Alibaba yang cuma mencatat pertumbuhan 9% pada periode yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pinduoduo dikenal kencang menjalankan strategi potongan harga pada platformnya. Nilai pendapatan yang naik hampir 100% tersebut mencapai US$ 9,44 miliar atau jauh di atas ramalan analis.
Dikuitp dari CNBC International, Kamis (30/11/2023), pendapatan dari transaksi Pinduoduo melonjak hingga 315% pada Q3 2023 sebesar US$ 4 miliar.
Saham Pinduoduo langsung melambung lebih dari 18% pada perdagangan di AS awal pekan ini, menyusul laporan yang diumbar ke investor.
Pinduoduo merupakan induk layanan e-commerce Temu yang mendulang popularitas dalam beberapa tahun terakhir. Dalam laporannya, Pinduoduo mengatakan kini telah menjangkau para pembeli online di 40 negara.
“Namun, kami masih dalam tahap awal,” kata perwakilan Pinduoduo dalam transkrip yang diakses lewat FactSet.
“Ini akan jadi proses yang dinamis dan menantang, tetapi juga menarik,” ia menambahkan.
Pada Oktober lalu, JPMOrgam memprediksi Temu akan meraup nilai transaksi (GMV) sebesar 70 miliar yuan (Rp 151 triliun) sepanjang 2023. Angka itu diramalkan akan naik dua kali lipat pada 2024 mendatang.
Temu mulai menjangkau pasar global pada September 2023. Negara pertama yang disasar adalah Amerika Serikat (AS). E-commerce tersebut langsung mendapat antusiasme tinggi lantaran penawaran harga murah yang bombastis.
Selanjutnya, Temu melebarkan sayap ke negara-negara lain seperti Australia, Selandia Baru, Prancis, Italia, Jerman, Belanda, Spanyol, dan Inggris. Bahkan, baru-baru ini aplikasi Temu sudah tersedia di Google Play Store dan Apple App Store Tanah Air.
Pendapatan gila-gilaan Pinduoduo berbanding terbalik dengan para pesaingnnya, seperti Alibaba dan JD. Kedua perusahaan e-commerce yang lebih dulu melalang buana itu cenderung menjual produk dengan harga lebih mahal.
Alibaba melaporkan pertumbuhan pendapatan hanya 9% YoY senilai US$ 31 miliar. Sementara itu, JD hanya mampu meraup pertumbuhan 1,7% setara US$ 34 miliar.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Kena Denda Rp 14,9 Triliun, Fintech Alibaba Tulus Terima
(fab/fab)