BMKG Ungkap Polusi Udara Memburuk Saat Tengah Malam, Cek Penjelasannya


Jakarta, CNN Indonesia —

Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Fachri Rajab mengungkap alasan polusi lebih tinggi saat malam hingga menjelang pagi karena ada lapisan inversi.

“Kalau kita liat siklus harian, PM2.5 memang konsentrasi cenderung lebih tinggi pada malam. Itu relatif lebih tinggi hingga menjelang pagi. Kemudian di pagi seiring meningkatnya aktivitas masyarakat, PM2.5 juga meningkat,” ujar Fachri di Jakarta, Senin (28/8).

“Polutan atau partikel sebabkan polusi, kenapa tinggi malam karena ada lapisan inversi (pembalik). Di lapisan ini berkumpul, pada malam ketebalan lapisan inversi mengecil sehingga konsentrasi akan makin tinggi,” imbuhnya.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Merujuk situs pemantau kualitas udara, IQAir, kualitas udara di Jakarta pada dini hari memang cenderung lebih buruk dibanding siang hari. Misalnya, pada Minggu (27/8) pukul 02.00 WIB, skor indeks kualitas udara di Jakarta sebesar 173 AQI US.

Sementara, pada Minggu pukul 14.00 WIB skor indeks kualitas udara di Jakarta turun menjadi 160 AQI US.

Begitu juga pada Senin dini hari (28/8). Setelah diguyur hujan pada sore hingga malam hari, skor indeks kualitas udara di Jakarta pada pukul 01.00 WIB masih berada di angka 157 AQI US.

Lapisan inversi merupakan lapisan atmosfer yang hangat berada di atas lapisan atmosfer yang dingin. Normalnya, suhu atmosfer akan bergantung pada ketinggian, sehingga lapisan atmosfer yang lebih dingin berada di atas lapisan yang lebih hangat.

Namun, pada lapisan inversi, kondisi suhu atmosfer berbanding terbalik dengan yang normal terjadi. Pada lapisan itu, lapisan atmosfer yang hangat berada di atas lapisan atmosfer yang dingin, karena itu disebut inversi (terbalik).

Pada 2021, Koordinator Humas LAPAN (kini ORPA-BRIN) Jasyanto menjelaskan lapisan inversi biasa terjadi pada malam dan dini hari. Hal ini terjadi akibat udara di dekat permukaan mendingin atau pendinginan radiatif, sementara udara di atasnya tetap hangat.

Kemudian, lapisan ini juga dapat terjadi karena aliran udara hangat/dingin (adveksi) dan bertemunya udara hangat/dingin (front). Lapisan inversi merupakan sesuatu yang biasa dan normal terjadi dalam dinamika atmosfer.

“Inversi dapat terjadi di dekat permukaan hingga lapisan batas sampai dengan 5 kilometer, bahkan terjadi pada ketinggian sekitar 17 km (tropopause) dan luasnya bervariasi dari skala lokal hingga regional,” jelasnya.

Jasyanto menyebut lapisan inversi menahan pengangkatan udara ke atas (konveksi) sehingga dapat mengakibatkan terkumpulnya energi di dekat permukaan dan dilepaskan dalam bentuk thunderstorm yang kuat.

Selain itu, lapisan inversi juga dapat menyebabkan cuaca yang berkabut dan menahan polutan berada di dekat permukaan.

Lebih lanjut, Fachri menyebut data pengamatan terakhir BMKG menunjukkan konsentrasi polusi PM2.5 di Jakarta masih relatif tinggi, meningkat, dan cukup fluktuatif.

“Distribusi harian konsentrasi pm 2.5, antara 1-27 Agustus pada umumnya sedang (biru) 11 hari, dan tidak sehat (kuning) 16 hari. Distribusi per jam, weekend dan 17-an lebih banyak sedang. Ketika aktivitas masyarakat berkurang kualitas udara lebih baik,” ujarnya.

Untuk tiga hari ke depan, Fachri memperkirakan tingkat polusi di Jabodetabek masih berada di status tidak sehat.

“Dapat kami rangkum PM2,5 tunjukkan kualitas udara tidak sehat pada umumnya. Lebih tinggi konsentrasi pada malam, dipengaruhi lapisan inversi,” katanya.

[Gambas:Video CNN]

(lom/dmi)

[Gambas:Video CNN]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *