Jakarta, CNN Indonesia —
Studi Populix mengungkap bahwa hampir sebagian besar pekerja dari generasi milenial dan Gen Z khawatir kehadiran kecerdasan buatan (AI) bakal menggantikan peran mereka di tempat kerja. Simak faktanya.
Populix dalam keterangannya mengatakan bahwa sentimen masyarakat terhadap masa depan dunia pekerjaan dii era perkembangan AI sangat beragam.
“Bagi sebagian responden, kekhawatiran terhadap pemanfaatan AI yang dapat menggantikan peran manusia di lingkup pekerjaan tampak besar. Sebanyak 55 persen responden menyatakan bahwa mereka khawatir pekerjaan mereka akan digantikan oleh AI,” kata Populix dalam keterangan resminya, Jumat (1/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian dilakukan dengan menggabungkan beberapa metode, termasuk interview, review literatur, dan survei online pada September 2023.
Survei dilakukan selama dua minggu secara online melalui platform Poplite by Populix terhadap total 1.246 responden laki-laki dan perempuan Gen Z dan milienial di Indonesia.
Namun di sisi lain, banyak orang menganggap AI memungkinkan proses kerja yang lebih efisien berkat kemampuan dalam mengotomatisasi tugas-tugas sederhana dan menganalisis data secara akurat.
Dengan demikian, karyawan dapat lebih fokus pada aspek pekerjaan yang menuntut sisi kreatif. Selain itu, analisis dan wawasan yang digerakkan oleh AI juga dapat memberikan informasi yang sangat berharga untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat dan merumuskan strategi yang lebih efektif.
“Dengan peningkatan kualitas pekerjaan yang didukung oleh AI tersebut, karyawan merasa lebih puas dengan hasil pekerjaannya,” kata Populix.
Ibarat pedang bermata dua, selain menawarkan potensi yang sangat besar, pemanfaatan teknologi AI juga memiliki segudang risiko. Tak hanya ancaman terhadap berkurangnya lapangan pekerjaan di Indonesia, AI juga menimbulkan kekhawatiran dari sisi privasi, keamanan, hingga bias.
“Sejatinya AI membawa sekumpulan manfaat sekaligus risiko dalam penerapannya. Salah satu manfaat dari teknologi ini yakni mampu mengefisiensikan pekerjaan yang berulang dan menganalisis data secara akurat, sehingga mendorong potensi bisnis untuk terus tumbuh dengan cepat,” kata Co-Founder dan CTO Populix, Jonathan Benhi.
“Namun, dalam penggunaannya, AI sangat bergantung pada Big Data dan data pribadi yang berpotensi bocor atau disalahgunakan,” imbuhnya.
Teknologi AI yang berasal dari mesin pembelajaran membawa risiko bias dan diskriminasi ketika dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan dalam konteks perekrutan tenaga kerja, persetujuan pinjaman, dan peradilan pidana.
Oleh sebab itu, menurut Jonathan, diperlukan penerapan AI yang bertanggung jawab dengan mengedepankan prinsip-prinsip etika dan transparansi di sepanjang siklus hidup AI.
“Tujuannya adalah untuk memastikan sistem AI tidak hanya unggul secara teknis, tetapi juga sejalan dengan nilai-nilai sosial dan standar etika yang berlaku di Indonesia,” pungkasnya.
(rfi/dmi)
[Gambas:Video CNN]