Jakarta, CNN Indonesia —
Peneliti Klimatologi Pusat Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menjelaskan penyebab awan tak banyak memayungi kawasan DKI Jakarta saat ini.
Kondisi ini berkenaan dengan cuaca panas terik yang memanggang beberapa lokasi di Indonesia, termasuk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek).
Erma menjelaskan saat ini wilayah Indonesia tengah mengalami kondisi langit tanpa awan atau disebut clear sky.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
[Gambas:Twitter]
“Clear sky merupakan kondisi cuaca panas terik tanpa awan. Cuaca panas dan kering merupakan cuaca dominan yg dialami sebagian besar wilayah RI selama musim kemarau. Cuaca panas dan kering merupakan cuaca dominan yg dialami sebagian besar wilayah RI selama musim kemarau,” kata dia dalam utasnya di X alias Twitter, beberapa waktu lalu.
Apa pemicunya? Erma menyebut langit cerah tanpa awan ini merupakan dampak dari kemunculan fenomena iklim pengering curah hujan, El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD), bertanggung jawab akan kondisi clear sky ini.
“Telah diteliti, El Nino dan IOD positif berperan memperpanjang durasi musim kemarau dan menunda musim hujan,” lanjut dia.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), El Nino dan IOD makin meningkat kondisinya sejak muncul pada kuartal kedua 2023.
Terkini, El Nino dalam kondisi moderat dengan Southern Oscillation Index (SOI) -16,9 dan Indeks NINO 3.4 +1,39. Sementara, IOD sudah masuk kategori positif dengan Dipole Mode Index (DMI) +1,25.
Namun begitu, Erma mengungkap ada beda nasib utara dan selatan khatulistiwa. Di saat bagian selatan RI mengalami clear sky, utara khatulistiwa dilanda cuaca ekstrem.
“Di tengah krisis iklim, terjadi dualisme di wilayah RI: kekeringan dan hujan ekstrem pemicu banjir terjadi dalam waktu yg bersamaan. Hal ini dapat terjadi semaki sering (frequent and intensify) sebab udara basah di utara dan kering di selatan akan terus terjadi,” tuturnya.
“Udara basah dan lembab yg terkonsentrasi di bagian utara Kalimantan beberapa hari terakhir bahkan telah memicu banjir yg meluas.”
Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkap beda nasib utara dan selatan RI ini terkait posisi geografis.
Bagian selatan khatulistiwa lebih dekat ke Benua Australia yang merupakan sumber angin monsun Australia pembawa musim kemarau. Sementara, utara ekuator lebih dekat ke Benua Asia yang ialah sumber angin monsun Asia pembawa uap air musim hujan.
Efek clear sky
Erma menyebut clear sky ini berdampak pada sejumlah hal.
Pertama, peningkatan durasi radiasi Matahari yang sampai ke Bumi dengan intensitas yang lebih tinggi. Menurutnya, intensitas maksimum bervariasi dari pukul 11.00–15.00 WIB.
“Karena itu, jangan lupa selalu gunakan tabir surya pelindung kulit dari UV A dan B.”
Kedua, clear sky memicu peningkatan kadar polusi udara. Hal ini, kata Erma, terjadi terutama saat angin yang tenang menebalkan lapisan inversi yang umumnya terbentuk pada malam hingga dini hari.
“Sehingga partikel polutan terjebak semakin lama di lapisan permukaan batas atmosfer.”
Ketiga, kerawanan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Panas dan kering tentu mudah mengakibatkan api yg telah menyala menyebar secara cepat dan meluas serta sulit dipadamkan,” ungkap Erma.
Berdasarkan catatan AccuWeather, suhu maksimum harian di ibu kota setidaknya dalam sepekan belakangan memang terus menerus di atas 30 derajat Celsius.
Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, juga menyebut faktor minimnya tutupan awan sebagai salah satu faktor yang memicu cuaca panas kian menyengat belakangan ini.
“Bergantung pada kondisi tutupan dan kecepatan angin,” kata dia kepada CNNIndonesia.com, pekan lalu.
“Kondisi paling terik/tidak nyaman terjadi ketika tutupan awan minim dan kecepatan anginnya relatif rendah,” lanjut dia.
(can/arh)