Pakar Blak-blakan Pemicu Karhutla di Jawa, Ada Peran El Nino?


Jakarta, CNN Indonesia —

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) melanda sejumlah wilayah Indonesia, mulai dari Pulau Sumatera, Kalimantan, hingga Jawa. Belakangan, kebakaran di Pulau Jawa juga semakin masif, lalu apa penyebabnya?

Kebakaran hutan dan lahan memang tengah melanda sejumlah gunung di pulau Jawa, khususnya di Jawa Timur. Kebakaran di Gunung Arjono misalnya, sampai dengan pekan lalu setidaknya 4.403 hektare lahan terbakar.

Kemudian, kebakaran juga terjadi di Gunung Bromo dan sampai Jumat (8/9) belum berhasil dipadamkan. Luas lahan yang terdampak mencapai 274 hektare. 


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Klimatolog dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengatakan karhutla di Pulau Jawa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya karena ada peningkatan suhu di pegunungan-pegunungan di bagian wilayah selatan Pulau Jawa.

“Ini perlu dipahami dulu, Jawanya di mana? Di sekitar wilayah-wilayah bagian selatan, di mana di sana topografinya tinggi, daerah-daerah pegunungan ada di sana, itu peningkatan suhunya besar dan memang konsentrasi di wilayah tersebut,” kata Erma dalam rekaman audio wawancaranya bersama RRI PRO 3 yang diunggah di akun Twitternya, Kamis (7/9). Erma sudah mengizinkan CNNIndonesia.com untuk mengutip rekaman suara tersebut.

“Itu fakta pertama berkaitan dengan anomali suhu di Indonesia ya, karena data kami khusus regional Indonesia,” ungkapnya menambahkan.

Erma menyebutkan faktor lain yang menyebabkan maraknya karhutla di Pulau Jawa adalah kemunculan fenomena El Nino. Ia menyebut fenomena ‘pengering hujan’ itu pada tahun ini mengakibatkan suhu di Indonesia naik sampai 4 derajat Celsius.

“Kedua, kita baru bicara fenomena El Nino. jadi secara alam memang bulan ini kan udah Agustus, Juli-Agustus hampir sama, peningkatan suhunya tertinggi dari sebelum-sebelumnya. Kalau sebelumnya itu 0,5 sampai 1 derajat peningkatannya, ini sudah sampai 4. Anda bayangkan 4 ini bisa men-trigger apapun secara alamiah,” tuturnya.

El Nino menguat

Tidak hanya itu, menurut Erma juga terdapat faktor interannual atau variasi antar tahunan yang terjadi di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Menurutnya hal ini juga erat kaitannya dengan keberadaan El Nino yang semakin kuat.

[Gambas:Twitter]

Merujuk Ikhtisar Cuaca Harian Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada Minggu (10/9), Indeks Nino 3.4 yang mengindikasikan tingkat El Nino berada pada angka +1,32 alias tidak signifikan. Indikator El Nino lainnya, Dipole Mode Index (DMI), ada pada angka +1,05 (IOD Positif) alias tidak signifikan.

Kendati begitu, dua indeks El Nino tersebut naik dari awal Agustus yang cuma +1,0 dan +0,01.

Menurut Erma hal ini sebetulnya tidak berdampak pada peningkatan suhu di sejumlah wilayah RI. Erma menjelaskan fenomena El Nino itu membuat beberapa wilayah Indonesia jadi tidak berawan.

“Apa efeknya? Sebenarnya bukan pada peningkatan panasnya, suhunya terus naik, bukan. Tapi pada minim awan dan kering, jadi panasnya itu berasal dari anomali suhu, kemudian itu panas. Keringnya karena IOD positif dan El Nino ini membuat wilayah di Indonesia itu menjadi tidak ada awan, sehingga kering kondisinya. Jadi ada panas dan kering,” tutur Erma.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *