Jakarta, CNN Indonesia —
Setelah berhasil mendarat di Bulan, India kini berencana mengirimkan wahana antariksa lainnya, Aditya-L1 menuju Matahari. Wahana antariksa Aditya-L1 ini rencananya diluncurkan 2 September untuk mengamati Matahari.
“Peluncuran Aditya-L1, observatorium India berbasis ruang angkasa pertama yang mempelajari Matahari, dijadwalkan pada 2 September 2023, pukul 11:50 IST (13.20 WIB) dari Sriharikota,” tulis Indian Space Research Organisation (ISRO) di akun X-nya, Senin (28/8).
Aditya L1 akan menjadi misi pengamatan Matahari India pertama yang berbasis di luar angkasa. Wahana antariksa ini nantinya akan ditempatkan pada orbit halo di sekitar titik Lagrange 1 (L1) sistem Matahari-Bumi, yang berjarak sekitar 1,5 juta kilometer dari Bumi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dikutip dari laman ISRO, satelit yang ditempatkan pada orbit halo di sekitar titik L1 memiliki keuntungan utama yaitu dapat mengamati Matahari secara terus menerus tanpa adanya okultasi/gerhana. Hal ini akan memberikan keuntungan yang lebih besar untuk mengamati aktivitas Matahari dan pengaruhnya terhadap cuaca antariksa secara real time.
Aditya L1 membawa tujuh muatan untuk mengamati fotosfer, kromosfer, dan lapisan terluar Matahari (korona) dengan menggunakan detektor elektromagnetik, partikel, dan medan magnet.
Dengan menggunakan titik pandang khusus L1, empat perangkat mengamati Matahari secara langsung dan tiga perangkat lainnya melakukan studi in-situ terhadap partikel dan medan di titik Lagrange L1, sehingga memberikan studi ilmiah yang penting mengenai efek rambatan dinamika Matahari di ruang antar planet.
Perangkat yang dibawa Aditya L1 diharapkan dapat memberikan informasi yang sangat penting untuk memahami masalah pemanasan korona, lontaran massa korona (CME), aktivitas pra-flare dan flare serta karakteristiknya, dinamika cuaca antariksa, penyebaran partikel dan medan, dan lain-lain.
[Gambas:Twitter]
Berikut 7 perangkat yang dibawa oleh Aditya-L1 beserta kemampuannya.
Muatan Penginderaan Jauh
1. Visible Emission Line Coronagraph (VELC): Korona/pencitraan dan Spektroskopi
2. Teleskop Pencitraan Ultraviolet Surya (SUIT): Pencitraan Fotosfer dan Kromosfer, sempit dan lebar
3. Spektrometer Sinar-X Energi Rendah Matahari (SoLEXS) Spektrometer: Sinar-X soft, pengamatan Matahari sebagai bintang
4 Spektrometer Sinar-X Pengorbit Energi Tinggi L1 (High Energy L1 Orbiting X-ray Spectrometer, HEL1OS): Spektrometer sinar-X hard: Pengamatan Matahari sebagai bintang
Muatan In-situ
5. Aditya Solar wind Particle Experiment (ASPEX): Angin Matahari/Penganalis Partikel Proton dan Ion yang lebih berat dengan arah
6. Paket Analisis Plasma Untuk Aditya (PAPA): Angin Matahari/Penganalisis Partikel Elektron dan Ion yang lebih berat dengan arah
7. Magnetometer Digital Resolusi Tinggi Tri-aksial Canggih: Magnetometer in-situ (Bx, By, dan Bz).
Lebih lanjut, meski Matahari telah dipelajari sejak lama, para ilmuwan masih bingung bagaimana korona bisa menjadi sangat panas, sekitar 1 juta derajat Celcius, lebih panas dari permukaan Matahari. Para peneliti hanya mengetahui sedikit tentang apa yang sebenarnya terjadi di Matahari sebelum melepaskan CME ke luar angkasa dan bagaimana CME berakselerasi ke kecepatan yang sangat tinggi di dekat piringan Matahari.
Dikutip dari Live Science, misi Aditya-L1 menelan biaya hampir US$45 juta atau sekitar Rp685 miliar dan telah dibuat selama 15 tahun merupakan peluncuran penting kedua India tahun ini. Bulan lalu, pesawat ruang angkasa Chandrayaan-3 lepas landas dari Sriharikota dengan jalur hemat bahan bakar menuju Bulan, dan berhasil mendarat di dekat kutub selatan Bulan pada 23 Agustus dan menjadi pesawat ruang angkasa pertama yang mendarat di sana.
[Gambas:Video CNN]
(lom/dmi)
[Gambas:Video CNN]