Malapetaka Hantui Pulau Jawa, Peneliti BRIN Kasih Peringatan

Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia saat ini tengah memasuki puncak musim kemarau. Hal ini memiliki dampak buruk tersendiri, seperti kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), serta kekeringan di beberapa wilayah, termasuk Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku Utara, dan Papua Barat.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan selama bulan Juli hingga Agustus 2023, hujan di Indonesia mengalami penurunan secara gradual di selatan Indonesia. Hal ini menandakan musim kemarau terjadi secara konsisten.

Kebakaran hutan atau lahan dan kekeringan bukan bencana yang mengakibatkan korban jiwa. Namun, masyarakat mengalami dampak signifikan seperti kelangkaan air bersih dan gagal panen.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Peneliti Klimatologi Pusat Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin mengatakan bahwa kondisi paling memprihatinkan terjadi di pulau Jawa. Pasalnya, di wilayah tertentu di Pulau Jawa, kemarau cenderung lebih kering dari kondisi normalnya.

Di sisi lain, penurunan hujan di selatan Indonesia dikatakannya juga memiliki hubungan sebab-akibat yang erat dengan fenomena El Nino dan IOD (Indian Ocean Dipole) positif yang terus menguat secara signifikan.

“Prediksi El Niño dan IOD positif dari berbagai model global menunjukkan potensinya yang terus berlanjut dapat memicu kondisi kering panjang. Hal ini dapat mengakibatkan potensi karhutla (kebakaran hutan dan lahan) dan gagal panen di Jawa,” ujar Erma kepada CNBC Indonesia, Sabtu (9/9/2023).

Menurut Erma, kondisi kering karena minim awan yang disebabkan oleh El Nino dan IOD positif ini, diperparah adanya pendinginan suhu permukaan laut di Selatan Jawa, serta pemanasan yang signifikan.

“Suhu laut mendingin menciptakan daerah tekanan tinggi sehingga sulit terbentuk awan di Jawa,” katanya.

“Kajian terhadap data dekade terakhir menunjukkan terjadi pemanasan yang signifikan secara regional di Pulau Jawa selama Juli dibandingkan dekade sebelumnya,” lanjutnya.

Erma juga mengungkapkan, saat ini muncul sinyal Pacific Decadal Oscillation (PDO). Jika hal ini terjadi, kata dia, maka El Nino memiliki potensi terus berlanjut.

Puncak El Nino

Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati secara terpisah mengatakan, El Nino diprediksi akan bertahan pada level moderat hingga Desember 2023-Januari-Februari 20234. Di saat bersamaan, Indian Ocean Dipole (IOD) positif diperkirakan akan bertahan hingga akhir tahun 2023.

“Dari hasil monitoring dan analisis, tidak akan naik menuju (El Nino) kuat. Tapi, semakin menurun, yaitu di bulan November-Desember 2023. Masih bertahan El Nino sampai Februari 2024 tapi sudah menuju lemah. Tahun depan, bulan Maret, masih El Nino tapi sudah lemah semakin menuju netral,” kata Dwikorita.

“Insya Allah, November nanti, angin dari Asia akan masuk dan membawa uap air. Akibatnya, pengaruh El Nino akibat efek dari Samudera Pasifik, ditambah pengaruh dari Samudera Hindia, menjadi lebih rendah. Karena angin dari baratan atau monsun Asia tadi, artinya kalah dengan masuknya musim hujan,” pungkasnya.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Tanggal Idul Adha Bisa Beda, Ini Penjelasan BRIN

(fab/fab)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *