Kominfo Toleransi Deepfake untuk Konten Hiburan: Tidak Ada Niat Buruk

Jakarta, CNN Indonesia —

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong menyebut ada toleransi untuk konten hiburan hasil produksi teknologi kecerdasan buatan (AI) deepfake, asalkan konten tersebut tidak memiliki niat buruk.

“Jadi kalau soal [deepfake] hiburan, Pak Jokowi nyanyi seolah-seolah itu banyak sebetulnya. Lihat saja di YouTube, banyak. Tapi kan itu tidak ada motif menyerang, tidak ada motif menyudutkan. Jadi beda dengan kasus Pak Jokowi pidato dalam bahasa Mandarin,” ujar Usman kepada CNNIndonesia.com lewat sambungan telepon, Rabu (6/12).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Jadi kalau yang nyanyi itu enggak masalah. Masih kita toleransi karena tidak ada niat buruk,” imbuhnya.

Sebelumnya, beredar sebuah video yang menampilkan video Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah berjalan di tepi pantai dan menyanyikan lagu Yellow dari band asal Inggris, Coldplay. Namun, video yang diunggah akun Instagram @politiccringe.id tersebut merupakan hasil dari AI deepfake.

Jokowi memang beberapa kali jadi ‘korban’ teknologi deepfake. Beberapa waktu sebelumnya, sempat beredar video Jokowi berpidato menggunakan bahasa Mandarin.

Kominfo sudah membantah keaslian video itu dan menyebut bahwa konten tersebut merupakan rekayasa teknologi deepfake. 

[Gambas:Instagram]

Menurut Usman konten semacam ini dapat ditoleransi karena tidak memiliki niatan buruk. Meski demikian, konten tetap bisa diblokir jika ada permintaan dari yang bersangkutan.

Usman menyebut penanganan konten deepfake perlu dilakukan dengan hati-hati dan teliti.

“Kita harus teliti kontennya itu seperti apa. Kira-kira ada niat-niat tertentu enggak, atau ada efek-efek yang tidak baik enggak,” katanya.

“Jadi untuk yang Instagram itu kita masih mentoleransi lah. Atau yang lain-lain yang serupa,” imbuhnya.

Teknologi deepfake menggunakan AI untuk menghasilkan video atau audio yang benar-benar baru, dengan tujuan akhir untuk menggambarkan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi pada kenyataannya.

Istilah “deepfake” berasal dari teknologi yang mendasarinya – algoritma pembelajaran mendalam – yang belajar sendiri untuk memecahkan masalah dengan kumpulan data yang besar dan dapat digunakan untuk membuat konten palsu dari orang sungguhan.

“Deepfake adalah rekaman yang dihasilkan oleh komputer yang telah dilatih melalui gambar-gambar yang tak terhitung jumlahnya,” ujar Cristina López, seorang analis senior di Graphika, sebuah perusahaan yang meneliti aliran informasi di jaringan digital, mengutip Business Insider.

Sementara itu, menurut Britannica, istilah deepfake menggabungkan kata deep, yang diambil dari teknologi deep-learning AI (jenis pembelajaran mesin yang melibatkan beberapa tingkat pemrosesan), dan fake, yang merujuk pada konten palsu.

(lom/dmi)

[Gambas:Video CNN]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *