Jambi, CNN Indonesia —
Dengan mengenakan caping di kepalanya, Liliy Suryani (53) bergegas menuju persawahan yang berada di belakang rumahnya di Desa Pematang Pulai, Jambi, pertengahan Oktober.
Jari-jemarinya lantas sigap memetik padi yang tersisa pascapanen pada Juni. Ia menunjukkan hamparan padi Asoka yang berhasil ditanam di petak sawahnya.
Perempuan yang jadi ketua kelompok tani ini mengaku bersyukur masih bisa panen meski hasilnya tidak sebesar sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sudah diingatkan BMKG, panasnya tahun ini ekstrem, takutnya sawah kekeringan. Karena kehendak Allah, kita masih bisa panen. Berkurang tetapi masih cukup selama hampir setahun,” ucap dia, kepada CNNIndonesia.com, di lokasi.
Secara keseluruhan, luas lahan persawahan di Desa Pematang Pulai, Kecamatan Sakernan, Muaro Jambi, Jambi, mencapai 71 hektare. Sementara, petak sawah yang digarap Lily mencapai 8 tumbuk (perhitungan lahan di Sumatra) atau sekitar 800 meter persegi.
Lily sedari kecil sudah terbiasa mengelola sawah di kampung halamannya yang berada di Taman Rajo, Muaro Jambi. Saat baru menikah dan pindah ke Desa Pematang Pulai pada 1990-an, kegiatan bercocok tanam ini dilanjutkannya.
Warga setempat menyadari ketekunan Liliy dalam menggarap sawah. Beberapa tahun kemudian, sesepuh dan orang tua di Desa Pematang Pulai meminta perempuan itu menjadi Ketua Kelompok Tani Mekar Sari Satu yang baru dibentuk pada tahun 1995.
Lily mengatakan awalnya anggota kelompok petani itu berkisar 80 orang mewakili masing-masing keluarga. Belakangan, anggota yang dinilai aktif berkisar 50 orang.
Selain itu, Lily juga menjabat Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (Penas KTNA) Muaro Jambi.
Walau usianya tidak lagi muda dan sudah mempunyai lima anak, Lily hingga saat ini masih mengemban tugas itu. Ia terus menyuarakan kepada masyarakat agar mempertahankan sumber pangan sambil terus memperbarui pengetahuan pertaniannya.
“Saya dahulu langganan majalah Trubus. Saya baca tentang bibit padi. Kawan gelar saya kutu buku, apa pun dibaca. Saya belajar mengenai teknik menanam dan bagaimana tidak bergantung dengan pupuk kimia dan pestisida. Saya belajar banyak. Juga mendapatkan masukan dari pemerintah,” tutur dia.
Lily sejak awal pun tidak ragu menggunakan varietas padi yang memakan waktu selama tiga bulan untuk memasuki masa panen. Selain padi bantuan pemerintah, ia juga membeli dan menanam padi Asoka dan padi Mawar yang saat ini menjadi favoritnya.
Masyarakat sekitar awalnya ragu dengan varietas padi yang dikembangkan instansi terkait. Berkat edukasi Lily, para petani di desa itu akhirnya menggunakan varietas padi sampai mempunyai jenis padi kesukaan masing-masing.
Para perempuan di Desa Pematang Pulai turut menanam padi yang digadang-gadang tahan pada masa kekeringan yang dibarengi fenomena El Nino. Jenis padi yang dimaksud ialah padi lokal dan berbagai Inpara.
Ogah bahan kimiawi
Tidak hanya itu, Lily juga mengajak masyarakat mempertahankan sawah dengan tidak bergantung bahan kimia. Ia menggunakan bio soka atau cairan pengusir hama dengan memanfaatkan tumbuhan di sekitarnya.
Dia mengaku tidak ingin menggunakan teknik pengelolaan sawah yang merusak lingkungan sekaligus menimbulkan penyakit.
“Kalau kita menjaga alam, alam tak akan marah dengan kita. Kita tidak merusak. Makanya berdampingan dengan alam. Jaman dahulu, kalau ada daun kunyit, daun laos, bawang, sere, digunakan untuk mengusir hama. Itu ikhtiar kita untuk mendapatkan perlindungan alam,” urainya.
Para petani di sana pun akhirnya mengikuti cara yang arif itu sehingga padi yang dihasilkan di Desa Pematang Pulai cukup sehat dan higienis.
“Kita takut makan racun sendiri. Sekarang sudah banyak penyakit karena bahan kimia itu. Orang jaman dahulu sehat dan segar karena mereka tidak makan dengan bahan kimia,” kata Lily.
Menurutnya, para perempuan di Desa Pematang Pulai gesit dalam bertani. Mereka menyadari betapa pentingnya menjaga sumber pangan utama itu. Berkat mengelola sawah pula, mereka tidak pernah beli beras.
“Orang-orang sini sudah sadar menjaga sawah. Tidak pernah membeli beras, sehingga tidak tahu harga beras terkini. Kalau kita tidak membeli beras, bisa menghemat dan membeli hal lain yang tidak bisa ditanam, seperti keperluan anak sekolah dan perlengkapan rumah,” ujarnya.
Meski demikian, kata Lily, persawahan di sana kadang kala dirusak oleh hewan ternak yang datang dari desa tetangga.
“Itulah yang sering menjadi kendala. Tahun ini yang aman. Kalau sebelumnya sampai ada hewan ternak atau sapi yang dibantai,” ujarnya.
Ia pun mendorong para anak muda mau bersawah agar ada regenerasi yang membuat pertanian di Desa Pematang Pulai.
“Nama kelompok ini Pemuda Tani. Tampaknya ada tanggapan dari anak muda itu. Cuma belum terlaksana. Masih mengumpulkan anak-anak yang bisa diajak bekerja sama. Ini supaya ada regenerasi. Takutnya, kalau habis para orang tua, nanti tidak ada lagi yang melanjutkan,” katanya.
Masalah produktivitas lahan di halaman berikutnya…