RPP Perlindungan Data Pribadi Dibeberkan, Cek Apa Saja Kurangnya


Bali, CNN Indonesia —

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merilis draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelindungan Data Pribadi sebagai turunan dari Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Sudah sesuai harapankah?

PP ini nantinya akan mengatur secara lebih detail amanat Undang-undang PDP yang meliputi berbagai ketentuan mengenai kegiatan pemrosesan data pribadi, termasuk perihal pengungkapan dan penganalisisan data pribadi.

“Pengesahan UU PDP pada tahun lalu memberikan kesempatan untuk melindungi hak fundamental masyarakat Indonesia dengan lebih baik. Melalui penyelenggaraan forum ini,” kata Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi dalam sambutan secara daring, di Forum Nasional Pelindungan Data Pribadi (FNPDP) yang diselenggarakan oleh CBQA Global dengan dukungan dari Kominfo, di Kuta, Kabupaten Badung Bali, Rabu (30/8).

“Kominfo berkomitmen untuk melibatkan publik dalam penyusunan RPP PDP yang sudah berjalan sejak awal Januari dengan melibatkan beragam pakar dan akademisi. Hal ini sesuai dengan mandat UU PDP,” imbuhnya.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Saat ini, kata dia, UU PDP masih berada pada masa transisi selama dua tahun dan baru akan berlaku penuh pada Oktober 2024.

Hal tersebut, dilakukan untuk memberi kesempatan bagi pengendali data pribadi, prosesor data pribadi, dan pihak lain yang terkait dengan pemrosesan data pribadi di sektor privat maupun publik,

“Agar dapat mempelajari dan mempersiapkan teknis implementasi pada masing-masing institusi,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Wamenkominfo Nezar Patria mengatakan aturan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengendali data pribadi dan pihak terkait buat mempersiapkan buat patuh pada UU PDP.

Pihaknya juga menyebut penyusunan RPP PDP sudah melalui proses yang panjang dan mengikutsertakan ahli dan publik.

“Terhadap draf RPP PDP versi awal ini, kami turut membuka partisipasi masyarakat untuk menyampaikan tanggapan, saran, atau pertanyaan melalui situs www.pdp.id. Platform ini dapat diakses dan terbuka untuk siapa saja sesuai dengan mekanisme yang sudah ditetapkan,” ujarnya.

“Kementerian Kominfo berkomitmen untuk melibatkan publik dalam penyusunan RPP PDP.Penyusunan yang telah dilaksanakan sejak awal Januari ini merupakan mandat UU PDP. Pelaksanaannya selama ini melibatkan beragam pakar dan akademisi sebelum draf yang ada disiapkan uji publik” ujarnya.

Ia menambahkan RPP PDP ditargetkan rampung di akhir tahun 2023 dan nantinya menjadi panduan perlindungan data pribadi.

“Kominfo akan menyelesaikan (RPP PDP) ini paling lambat akhir tahun. Sehingga bisa disahkan dan jadi panduan kita bersama untuk perlindungan data pribadi,” ujarnya.

“Tentu saja masyarakat terlindungi dengan adanya RPP ini. Terutama karena semua penggunaan memakai platform digital memasukkan data pribadi butuh diproteksi. Saya kira masyarakat lebih aman,” tambah dia.

Kritik masyarakat sipil

Koalisi Advokasi Perlindungan Data Pribadi (KA-PDP) mengapresiasi Kominfo yang membuka draf RPP PDP itu ke publik. Namun begitu, ada sejumlah catatan dari koalisi terkait rancangan aturan tersebut.

KA-PDP ini terdiri dari berbagai LSM pemantau UU PDP dan hak-hak digital publik.

Yakni, ELSAM, AJI Indonesia, ICT Watch, PUSKAPA UI, ICJR, LBH Jakarta, AJI Jakarta, LBH Pers, Yayasan Tifa, Imparsial, HRWG, YLBHI, Forum Asia, Kemudi, Pamflet, Medialink, IPC;

ICW, Perludem, SAFEnet, IKI, PurpleCode, Kemitraan, IAC, YAPPIKA-ActionAid, IGJ, Lakpesdam PBNU, ICEL, PSHK, dan CCHRS UPNVJ.

Pertama, Koalisi menyebut pemerintah belum memastikan partisipasi penuh dan bermakna dari seluruh pemangku kepentingan, khususnya akademisi dan masyarakat sipil dalam proses perumusan.

Saat ini, menurut mereka, pemerintah cenderung terjebak dalam anggapan partisipasi masyarakat dalam perumusan perundang-undangan termanifestasikan dalam seminar-seminar, sosialisasi, atau lokakarya.

Kedua, RPP belum mengakomodasi beberapa isu krusial dalam pemrosesan data pribadi yang beririsan dengan pemenuhan HAM.

Khususnya, persinggungan antara hak atas privasi dengan hak lainnya, seperti hak atas informasi dan kebebasan berekspresi, termasuk pula kebebasan pers.

“RPP PDP harus memberikan detail pengaturan terkait hal itu, agar dalam implementasinya nanti tidak membuka ruang ketegangan dan konflik diantara sejumlah hak tersebut,” kata koalisi dalam keterangan tertulisnya.

Ketiga, Koalisi menganggap perumusan RPP terfokus pada pengaturan pelaksanaan kewajiban dan penegakan hukum yang melibatkan korporasi (sektor swasta).

RPP ini masih membuka sejumlah pertanyaan terkait efektivitas penerapannya terhadap pengendali/prosesor data badan publik.

Keempat, RPP ini terkesan cenderung mengutamakan pelibatan sektor privat. Padahal, tujuan utama hukum pelindungan data pribadi adalah melindungi hak-hak subjek data, sebagai bagian dari hak konstitusional warga negara.

Koalisi pun meminta pelibatan lebih banyak pihak dalam proses penyusunan aturan ini.

“Pelibatan subjek data ini dapat diwakili oleh kelompok konsumen sebagai pengguna layanan, kelompok rentan, pendamping konsumen, asosiasi-asosiasi profesi, dan pihak-pihak lain yang selama ini datanya dikumpulkan dan diproses, yang seharusnya menjadi sentral dalam politik hukum perumusan hukum pelindungan data pribadi,” kata mereka.

[Gambas:Video CNN]

(kdf/dmi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *