Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Perdagangan (Zulhas) menyebut pemerintah tidak anti asing ihwal larangan e-commerce menjual berbagai produk impor di bawah Rp1,5 juta hingga soal social commerce (s-commerce).
Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, ia menyebut aturan perdagangan produk impor di Indonesia masih terbilang longgar.
“Mengenai ekonomi digital, khususnya online, kita tidak melarang. Kita tidak anti asing, enggak ya. Beberapa negara melarang itu seperti India, Tiongkok, Australia, Kanada, itu bahkan punya undang-undangnya sendiri,” kata Zulhas saat menghadiri acara Digital Creative Leadership Forum yang diselenggarakan CNN Indonesia di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta Pusat, Kamis (9/11).
Menurut Zulhas pemerintah hanya menata ulang sistem dan aturan jual-beli produk impor agar lebih tertata dan terstruktur. Hal ini juga agar sistem jual-beli produk tidak hanya dimonopoli produk luar dan tetap memberi ruang produk dalam negeri.
“Kita menata agar digital itu bisa win-win, manfaat untuk kita bisa besar manfaat untuk mereka juga ada. Mereka juga untung,” katanya.
Dari situlah aturan Zulhas mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023. Aturan ini berisi tentang izin berusaha, mulai dari usaha periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik.
Sistem jual beli di media sosial aturannya lebih ketat. Bukan hanya barang asing yang dilarang. Pasalnya justru hanya ada empat barang yang boleh diperjualbelikan.
“Nah, jualan ini aturannya ketat, tadi ya. Yang diperbolehkan bebas hanya empat barang. Satu, buku. Kedua, software. Ketiga, musik. Keempat, film. Nah, lainnya enggak boleh, lainnya nggak bisa,” kata dia.
Jika ingin menjual barang lain, ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Mulai dari izin edar, layak usaha, halal atau tidak, hingga izin dari BPOM jika menyangkut obat dan kecantikan.
“Jadi ekosistem ini kita bangun agar bermanfaat buat kita, tapi yang investasi juga untung. Tapi tidak memukul, menutup, menghancurkan industri dalam negeri,” katanya.
Sebelumnya, Zulhas membuat sejumlah aturan baru terkait perdagangan online lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang diundangkan pada 26 September 2023.
Peraturan ini isinya, di antaranya, pertama, melarang platform e-commerce menjual produk impor secara langsung (lintas negara/cross border) di bawah US$100 per unit atau sekitar Rp1,5 juta per unit.
Kendati demikian, ia memastikan UMKM lokal yang menjual barang impor di e-commerce masih diperbolehkan. Pasalnya, dalam memasukkan produk impor, pelaku UMKM terkait harus mengikuti prosedur impor pada umumnya, termasuk membayar pajak dan bea masuk.
Kedua, social media diizinkan menampilkan iklan dan promosi berbagai macam produk namun dilarang melakukan transaksi jual beli di aplikasi tersebut.
Transaksi jual beli hanya boleh dilakukan di toko atau melalui perantara lain yang tidak melibatkan aplikasi social commerce.
“Dia hanya boleh iklan, boleh promosi, silakan. Tapi belanjanya di toko masing-masing. Dia iklan seperti di TV, kalau mau jualan harus beda, namanya e-commerce bukan social commerce,” kata Zulhas, menyindir TikTok Shop yang sudah ditutup.
Ketiga, pemilik media sosial yang ingin meningkatkan promosi ke tahap jual beli harus menggunakan platform yang berbeda.
“Dia enggak boleh pakai [sosial media] untuk ini (jualan), dia enggak bisa,” katanya.
(tst/dmi)