Usul Jokowi yang Bikin Google Bayar Jerman Rp 53 Miliar

Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah negara menetapkan kebijakan bagi platform digital seperti Google dan Facebook membayar konten berita yang didistribusikan di platformnya. Salah satunya Jerman yang berhasil membuat Google membayar perusahaan media senilai 3,2 juta euro atau Rp 53 miliar per tahun.

Melansir Reuters, kesepakatan nilai kompensasi telah dilakukan antara Google dengan Corint Media. Meski begitu dilaporkan masih menunggu keputusan kantor paten Jerman (DPMA).

Corint Media sendiri merupakan organisasi yang mewakili sejumlah perusahaan media internasional di Jerman. Mulai dari Sat.1, ProSieben, RTL, Axel Springer dan CNBC.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Tahun lalu, Corint Media telah meminta pembayaran 420 juta euro. Namun akhirnya sepakat dengan besaran penawaran yang diberikan Google.

“Pembayaran ke Corint Media sejalan dengan kesepakatan kami bersama 470 perusahaan media nasional di Jerman,” kata Google dalam keterangan resminya, merujuk pada Spiegel, Zeit dan FAZ.

Keduanya sepakat pembayaran satu kali oleh Google. Pembayaran itu dilakukan sejak diperkenalkan undang-undang hak cipta tambahan pers yang baru pada tahun 2021.

Direktur pelaksana Corint Christine Jury-Fischer menjelaskan Google yang menentukan harga tersebut. “Google yang semi-monopolis menentukan harga. Jadi, jalur melalui pengadilan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan imbalan yang sesuai untuk penggunaan konten,” jelasnya.

Sementara itu negara lain yang punya aturan publisher rights adalah Kanada. Namun Facebook akhirnya memblokir semua berita karena tak mau mengikuti Bill C-18.

Aturan publisher rights dilaporkan juga telah diteken di Australia. Sementara di Indonesia, aturan itu masih digodok sesuai arahan langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Publisher rights

Aturan Publisher rights mewajibkan raksasa internet seperti Google dan Facebook untuk membayar konten yang ada di platform mereka, yakni ke perusahaan media setempat yang memproduksi dan menerbitkan berita tersebut.

Jokowi beberapa waktu lalu menjelaskan dalam proses pembentukannya, aturan ini ternyata cukup rumit, bahkan membutuhkan waktu yang lebih lama dari yang sudah dijanjikan.

“Kita memang sudah lama membahas hal ini dengan seluruh pemangku kepentingan. Dulu saya menyampaikan, ah paling sebulan selesai, tapi dalam praktiknya sangat rumit sekali,” katanya.




Bard Google (CNBC Indonesia/novina)



“Yang ini enggak mau. Yang ini mau, yang ini enggak mau. Lama-lama juga enggak rampung-rampung,” tambahnya.

Namun menurut Jokowi aturan ini bakal rampung dalam waktu dekat, meski diharapkan tidak ada ‘tarik-menarik’ lagi mengenai penerapan aturan ini.

“Ini sudah kita bahas sangat lama dan sekarang memang prosesnya sudah hampir selesai. Belum selesai, hampir selesai. Moga-moga ini tinggal sedikit tidak menjadi tarik menarik lagi,” katanya.




Keterangan Pers Presiden RI, Jakarta, 7 September 2023. (Tangkapan Layar Youtube)



Menurut Jokowi, dalam pembahasan aturan ini masih perlu ditingkatkan titik temu antara pemangku kepentingan. Meski saat ini terlihat sudah terlihat saling pengertian antara satu sama lain.

Aturan mirip Publisher Rights sebenarnya sudah diimplementasikan di beberapa negara. Misalnya Australia melalui ‘News Media Bargaining Code’ yang mulai berlaku sejak Maret 2021.

Raksasa teknologi yang beroperasi di Australia telah menandatangani lebih dari 30 kesepakatan dengan perusahaan media untuk memberi mereka kompensasi atas konten yang menghasilkan klik dan iklan.

Aturan tersebut bertujuan untuk mendukung jurnalisme demi kepentingan publik. Regulasi dibutuhkan untuk memastikan sektor jurnalisme didanai dengan baik, setelah banyak perusahaan digital mengambil bagian terbesar dari pendapatan iklan di para media itu.

Pemerintah setempat menemukan adanya ketidakseimbangan kekuatan antara platform digital dan perusahaan media. Komisi Persaingan dan Konsumen Australia melakukan penyelidikan selama 18 bulan terkait hal itu.




Ilustrasi (Photo by Annie Spratt on Unsplash)



Diketahui jika pendapatan iklan yang masuk juga tidak merata. Dari tiap US$100, US$53 akan masuk ke Google, US$28 ke Facebook, dan US$19 ke pihak lain.

Lalu ACCC mengusulkan adanya panduan negosiasi atau bargaining code. Panduan ini memastikan media dapat dibayar adil dari konten yang dihasilkan.

Bargaining code berisi kerangka kerja untuk negosiasi dan mencapai kesepakatan. Namun jika tidak setuju, arbiter akan menentukan tingkat remunerasi yang adil atau model ‘final offer arbitration’.

Melansir The Guardian, Australia juga menyiapkan denda bagi yang melanggar aturan. Misalnya ada pelanggaran kode etik, termasuk tidak melakukan negosiasi dengan iktikad baik, bakal didenda US$10 juta atau setara 10% omzet tahunan iklan digital di Australia.

Para perusahaan media juga didorong membuat kesepakatan komersial dengan platform seperti Facebook dan Google di luar panduan itu.

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Perintah Jokowi, Ini Isi Aturan Google-Facebook Bayar Berita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *