Jakarta, CNN Indonesia —
Proses berpikir dan belajar ternyata tidak selalu membutuhkan otak. Penelitian membuktikan hal tersebut lewat hewan laut ubur-ubur.
Ubur-ubur dapat menggunakan cara kerja sel-sel sarafnya untuk belajar. Hal ini menarik peneliti untuk meneliti lebih dalam.
Para pakar dalam sebuah penelitian mengungkap ubur-ubur mengubah perilaku mereka berdasarkan pengalaman masa lalu. Penelitian tersebut menunjukkan belajar bisa menjadi properti mendasar dari cara sel-sel saraf bekerja.
Tidak seperti manusia, ubur-ubur tidak memiliki otak pusat. Namun, ubur-ubur kotak memiliki kelompok neuron yang terkait dengan struktur mirip mata makhluk itu, yang dikenal sebagai rhopalia, sistem ini bertindak sebagai pusat pemrosesan informasi visual, mengutip The Guardian.
Para peneliti yang mempelajari ubur-ubur Karibia mengungkap bahwa hewan laut ini dapat belajar dari pengalaman masa lalu dalam proses yang disebut pembelajaran asosiatif, sama seperti anjing-anjing Pavlov belajar mengeluarkan air liur saat mendengar suara bel.
“Anda tidak perlu otak yang sangat maju untuk belajar; itu adalah sesuatu yang integral dalam sel saraf itu sendiri,” kata Jan Bielecki, penulis utama studi di Kiel University.
Dalam penelitian yang terbit di jurnal Current Biology, Bielecki dan rekannya melaporkan mereka merekam perilaku ubur-ubur Karibia yang ditempatkan di tangki air yang dihiasi dengan pola atau motif yang berbeda.
Sebanyak 12 ubur-ubur ditempatkan di sebuah tangki yang dihiasi dengan dinding bergaris abu-abu dan putih, tujuh ekor ditempatkan di tangki bergaris hitam dan putih, dan delapan ekor ditempatkan di sebuah tangki dengan dinding abu-abu polos.
Dinding bergaris-garis tersebut, menurut tim peneliti, meniru akar bakau yang akan berusaha dihindari ubur-ubur di habitat aslinya untuk menghindari kerusakan pada tubuh mereka yang halus.
Para peneliti menemukan bahwa ubur-ubur yang ditempatkan di tangki bergaris hitam dan putih tidak pernah bertabrakan dengan sisi-sisinya, kemungkinan karena garis-garis tersebut mewakili rintangan di dekatnya.
Namun, ubur-ubur di tangki abu-abu polos sering menabrak dinding.
Meskipun ubur-ubur di tangki bergaris abu-abu awalnya bertabrakan dengan dinding, perilaku ini menurun selama 7,5 menit. Kelompok ini menjauh dari dinding sekitar 50 persen dan mengurangi separuh jumlah kontak dengan dinding tangki.
Tim peneliti mengatakan ubur-ubur pada awalnya menganggap garis abu-abu itu sebagai rintangan. Namun, mereka segera mengetahui bahwa pola tersebut terkait dengan peningkatan risiko tabrakan, dengan garis-garis yang lebih dekat daripada yang pertama kali dilihat.
Dalam satu rangkaian percobaan, para peneliti membedah ubur-ubur kotak Karibia untuk mengisolasi rhopalia.
Ketika tim mempresentasikan struktur ini dengan garis-garis abu-abu yang bergerak, mereka tidak mendeteksi adanya respons pada neuron.
Namun, setelah memasangkan garis-garis yang bergerak dengan sengatan listrik untuk meniru tabrakan, tim menemukan sistem tersebut kemudian bereaksi terhadap garis-garis yang bergerak itu sendiri.
Mereka mengirimkan sinyal yang akan memicu tindakan berenang. Dengan kata lain, ini merupakan sinyal yang memungkinkan ubur-ubur menghindari rintangan.
Tim peneliti mengatakan temuan ini menunjukkan pusat pembelajaran ada di rhopalia, dan bahwa pembelajaran didasarkan pada kombinasi rangsangan visual dan mekanis.
Namun Bielecki menambahkan bahwa temuan ini juga menunjukkan kesimpulan lain. “Ini mendukung dugaan bahwa sangat sedikit, atau bahkan mungkin hanya satu sel saraf, yang bisa belajar,” tandasnya.
[Gambas:Video CNN]
(rfi/dmi)