Jakarta, CNN Indonesia —
Jalur pejalan kaki di Semenanjung Ujung Kulon, Banten, resmi ditutup untuk melindungi habitat Badak Cula Satu atau Badak Jawa. Berapa sebenarnya sisa satwa langka tersebut di alam liar?
Penutupan jalur wisata tracking itu mulai berlaku efektif pada 1 November 2023 hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
Langkah itu dilakukan guna pemulihan ekosistem sekaligus perlindungan habitat Badak Jawa yang masuk dalam kategori critically endangered dalam daftar Red List Data Book yang dikeluarkan oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).
Berdasarkan keterangan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di laman resminya, saat ini hanya tersisa 50 ekor individu Badak Jawa di alam liar.
Spesies ini diklasifikasikan sebagai sangat terancam atau critically endangered dalam Daftar Merah IUCN. Ujung Kulon menjadi satu-satunya habitat yang tersisa bagi Badak Jawa.
Namun, kajian Yayasan Auriga Nusantara terhadap populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon menunjukkan 15 individu hilang dari pemantauan kamera jebak dalam beberapa tahun terakhir.
“15 Individu di antaranya masih tidak terekam setidaknya sampai tahun 2021 atau Agustus 2022,” ujar Peneliti Auriga Nusantara Riszki Is Hardianto dalam konferensi pers yang diikuti dari Jakarta, Selasa.
Riszki mengatakan jumlah individu yang dirilis KLHK juga berbeda dengan temuan oleh peneliti dari Auriga Nusantara.
KLHK menyebut bahwa populasi Badak Jawa pada 2022 sekitar 75 individu, sementara berdasar penelitian Auriga jumlahnya justru lebih kecil.
Celakanya, belasan Badak Jawa yang tak terdeteksi yakni betina sebanyak tujuh ekor, sementara delapan lainnya jantan. Tak terdeteksinya individu betina sangat dikhawatirkan karena berhubungan dengan upaya konservasi penambahan populasi Badak Jawa di TNUK.
Menurut dia, 15 Badak Jawa yang tidak terdeteksi ini tidak dipublikasikan oleh otoritas terkait karena dianggap masih hidup. Anggapan tersebut berdasar karena tidak ditemukannya tanda-tanda kematian atau tulang belulang.
“Dalam empat tahun terakhir, meski rekaman kamera selalu lebih kecil dari rekaman 2018, namun Balai Taman Nasional Ujung Kulon atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selalu menyampaikan angka populasi yang meningkat,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Yayasan Auriga Nusantara Timer Manurung menyebut data yang diperoleh berasal dari laporan dari berbagai pihak yang terlibat langsung dalam upaya konservasi Badak Jawa.
Ia menduga sulitnya Badak Jawa terekam kamera jebak atau hilangnya individu disebabkan masih adanya perburuan.
Yayasan Auriga menemukan adanya jerat yang mengarah ke mamalia besar serta adanya lubang pada tengkorak Badak Jawa jantan bernama Samson yang mati pada 2018 lalu.
Penyebab populasi berkurang
Hewan yang Hanya Ada di Indonesia (Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)
Rekayasa pembiakan Badak Jawa di halaman berikutnya…