Jakarta, CNBC Indonesia – Sudah jadi pengetahuan umum bahwa area perkotaan cenderung lebih panas ketimbang area pedesaan. Selain karena aktivitas penduduk yang lebih padat, area perkotaan juga dipadati bangunan dan jalan raya.
Material infrastruktur, misalnya beton dan besi, menyimpan panas dari Matahari yang berkontribusi terhadap peningkatan suhu. Istilah populernya kerap disebut ‘urban warming bias’ atau ‘urban heat islands’.
Laporan Ceres-Science menyebutkan bahwa area perkotaan hanya mengambil 4% dari seluruh lahan di muka Bumi. Namun, banyak pendeteksi cuaca dan iklim yang menghitung temperatur global hanya di area-area perkotaan tersebut.
Dengan begitu, banyak ilmuwan yang curiga bahwa laporan soal pemanasan global selama ini terkontaminasi oleh efek urban heat islands. Dalam artian, kenaikan suhu yang dihitung sedikit-banyak terpengaruh oleh panas yang disimpan oleh bangunan dan aspal di perkotaan.
Studi terbaru di jurnal ‘Climate’ mencoba meneliti fenomena ini, serta korelasi urban heat island dengan pemanasan global akibat perubahan iklim. Riset ini disusun oleh 37 peneliti di 18 negara.
Sebelumnya, Lembaga antar pemerintah UN terkait Perubahan Iklim (IPCC) mengatakan urban warming bias hanya berkontribusi terhadap kurang dari 10% pemanasan global.
Namun, studi terbaru mengatakan kontribusi urban warming terhadap perubahan iklim bisa mencapai 40% sejak 1850, dikutip dari Ceres-Science, Senin (4/9/2023).
Studi ini juga menemukan bahwa perkiraan aktivitas Matahari yang dipakai IPCC secara prematur mengesampingkan peran penting Matahari dalam pemanasan global.
Ketika peneliti menganalisa data suhu hanya menggunakan data Matahari versi IPCC, mereka tidak bisa menjelaskan fenomena pemanasan yang terjadi sejak pertengahan abad ke-20.
Namun, ketika peneliti mengulangi analisis tersebut dengan menggunakan perkiraan aktivitas Matahari yang berbeda dan sering digunakan oleh komunitas ilmiah, ada temuan baru.
Mereka mendeteksi bahwa sebagian besar tren pemanasan dan pendinginan dari data pedesaan sebenarnya dapat dijelaskan dalam kaitannya dengan perubahan aktivitas Matahari.
“Selama bertahun-tahun, masyarakat umum mengasumsikan bahwa penyebab perubahan iklim sudah jelas. Studi baru kami menawarkan adanya faktor lain yang berkontribusi terhadap perubahan iklim,” kata ketua peneliti Dr. Willie Soon.
“Analisa ini membuka perspektif baru yang menyelidiki penyebab perubahan iklim secara ilmiah,” kata tim peneliti, Prof. Ana Elias.
Intinya, penelitian ini menyebutkan bahwa faktor perubahan iklim ada banyak. Bukan hanya aktivitas manusia, tetapi juga material infrastruktur perkotaan (jalan aspal, tembok bangunan, kaca, dll), serta aktivitas Matahari yang berbeda-beda.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
‘Kiamat’ Makin Jelas, Penghuni Bumi Punya Sisa Waktu 10 Tahun
(fab/fab)