Dubai, CNN Indonesia —
Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya mengatakan bahwa diskusi terkait pendanaan transisi energi (Just Energy Transition Partnership/ JETP) saat ini masih terus dilakukan.
“Saya lihat langkah-langkahnya sudah disiapkan. Intinya ada dekarbonisasi, ada akselerasi pengurangan batu bara, ada renewable energy. Secara umum, memang koridornya itu. Tapi terkait partnership berupa US$20 miliar, ini sedang terus didiskusikan,” ujar Siti kepada wartawan menjelang perhelatan COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab, Rabu (29/11).
Meski begitu, Siti menegaskan bahwa ada atau tidak ada konvensi atau kesepakatan terkait iklim, Indonesia tetap akan terus melakukan upaya untuk menanggulangi dampak dari perubahan iklim karena sesuai dengan amanat konstitusi.
“Jadi kita ambil manfaatnya dari konvensi-konvensi ini agar lebih sistematis dalam bekerja, terukur, ada standar, dan perbandingan dengan pihak-pihak lain,” tambahnya.
Di sisi lain, terkait dengan penggunaan sumber energi fosil, Siti mengingatkan bahwa negara-negara maju pun saat ini belum lepas sepenuhnya dari batu bara. AS dan Inggris dalam dua tahun terakhir ada setback terkait komitmen soal batu bara. Jerman saat ini masih membutuhkan batu bara karena perang Ukraina-Rusia. Maka, Indonesia pun mesti berhati-hati karena harus memperhatikan faktor pemenuhan listrik bagi masyarakat.
“Negara barat sudah 5400 watt per kapita sejak tahun 70-an. Kita diperkirakan akan mencapai 4000-5000 watt di 2030. Tapi kita keburu terbentur dengan konvensi-konvensi internasional yang mesti kita jaga. Artinya, harus dicari jalan untuk melakukan mitigasinya, mengurangi emisinya bagaimana dengan cara teknologi?” ujarnya.
Siti juga mengatakan di banyak kesempatan, Presiden Joko Widodo kerap menyentil negara maju agar melangkah dan jangan hanya bicara.
Sebelumnya, Jokowi menyampaikan pendanaan transisi energi dari negara maju justru menjerat negara miskin dan berkembang dalam tumpukan utang.
Hal itu Jokowi sampaikan saat kuliah Umum di Stanford University, Amerika Serikat, Rabu (15/11). Menurut dia, kalau benar negara maju berniat positif dalam melakukan dan mendukung transisi energi, harusnya pendanaan yang disediakan bersifat konstruktif.
“Kita tahu semuanya sampai saat ini, sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim (transisi energi) masih business as usual, masih seperti commercial bank. Padahal seharusnya lebih konstruktif, bukan dalam bentuk utang yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin maupun berkembang,” kata Jokowi.
JETP merupakan komitmen dari negara maju dalam G7 untuk mendanai transisi energi Indonesia. Pendanaan JETP sebesar US$20 miliar atau setara Rp314 triliun disepakati dalam KTT G20 di Bali pada November 2022 lalu. Namun sayangnya, pendanaan tersebut ternyata bukan berbentuk hibah, melainkan pinjaman alias utang.
(stu/stu)
[Gambas:Video CNN]