Jakarta, CNN Indonesia —
Pendarat (lander) yang diangkut wahana antariksa Apollo 17 yang ditinggalkan oleh astronaut Amerika Serikat diduga menyebabkan getaran gempa di Bulan.
Para peneliti dari California Institute of Technology mengungkap bentuk aktivitas seismik di Bulan yang sebelumnya tidak diketahui melalui analisis data era Apollo dengan menggunakan algoritma modern.
Perubahan suhu besar-besaran yang terjadi di Bulan dapat menyebabkan struktur Bulan mengembang dan menyusut dan menghasilkan seperti getaran.
Permukaan Bulan adalah lingkungan yang ekstrem dengan suhu antara minus 133 dan 121 derajat celcius di bawah sinar Matahari langsung. Seluruh permukaan Bulan mengembang dan menyusut dalam cuaca dingin dan panas.
Para ilmuwan menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam, sehingga mereka dapat menunjukkan dengan tepat getaran yang dipancarkan dari wahana Appolo 17.
Penelitian yang dipimpin oleh Francesco Civilini dari California Institute of Technology sekaligus seorang ilmuwan antariksa di Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA ini memberikan wawasan baru tentang bagaimana Bulan merespons lingkungannya dan apa yang bisa memengaruhi aktivitas seismiknya.
Kendati demikian, getaran itu dinilai tidak berbahaya dan kemungkinan tidak akan terlihat oleh manusia yang berdiri di permukaan Bulan.
Para peneliti mengembangkan algoritma untuk secara akurat menentukan waktu kedatangan gelombang, mengukur kekuatan sinyal seismik, dan menemukan arah sumber gempa Bulan.
Tim juga meninjau kembali data tersebut untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade. Analisis terbaru memungkinkan tim peneliti untuk menyimpulkan bahwa jenis gempa Bulan tidak berasal dari sumber alami, melainkan dari pemanasan dan pendinginan wahana antariksa di dekatnya.
“Setiap pagi di Bulan ketika [cahaya] Matahari menyentuh pendarat [Apollo 17], ia (getaran) mulai bermunculan,” kata rekan penulis studi Allen Husker, seorang profesor riset geofisika di Caltech, dalam sebuah pernyataan.
“Setiap lima sampai enam menit [ada] satu lagi, selama lima sampai tujuh jam. Kejadiannya sangat teratur dan berulang,” sambungnya.
Dikutip dari CNN, getaran ini berbeda dengan jenis gempa Bulan lainnya, yang disebut gempa Bulan termal, yang kemungkinan besar disebabkan oleh reaksi alami tanah terhadap paparan sinar matahari.
Tim mengatakan bahwa mereka berharap misi Bulan di masa depan akan memberikan gambaran yang lebih menyeluruh tentang fenomena tersebut.
Selain gempa termal, Bulan juga diketahui memiliki getaran dalam dan dangkal serta aktivitas yang diyakini disebabkan oleh hantaman meteorit.
Di permukaan Bulan, tidak ada pergeseran lempeng tektonik yang dapat menyebabkan bencana. Namun, Bulan memiliki kehidupan interior yang aktif, dan beberapa jenis peristiwa seismik dapat terjadi kapan saja atau di mana saja di permukaan Bulan.
Para ahli mengatakan bahwa memahami gempa di Bulan bisa menjadi hal yang penting untuk eksplorasi di masa depan. Terlebih NASA dan mitranya akan membangun pos permanen di permukaan Bulan.
“Seberapa kuat struktur yang kita butuhkan untuk membangunnya, dan bahaya lain apa yang perlu kita mitigasi?” kata Angela Marusiak, asisten profesor riset di Laboratorium Lunar dan Planet Universitas Arizona.
Marusiak mencatat bahwa setiap misi Apollo membawa instrumen untuk mendeteksi gempa Bulan.
Namun, misi Apollo 17, yang diluncurkan pada tahun 1972, meninggalkan serangkaian seismometer yang mampu mendeteksi gempa Bulan termal atau getaran yang disebabkan oleh pemanasan dan pendinginan permukaan Bulan yang drastis.
“Ribuan sinyal ini direkam selama rentang waktu 8 Bulan dari tahun 1976 hingga 1977 pada empat seismometer yang dikerahkan selama Eksperimen Profil Seismik Bulan Apollo 17, tetapi kualitas data yang buruk membuat analisis menjadi sulit,” tulis para peneliti.
Temuan gemp di Bulan yang berasal dari wahana antariksa itu merupakan penelitian yang diterbitkan pada 5 September di Journal of Geophysical Research.
(can/arh)