Satelit HBS Dihentikan, Menkominfo Singgung Status Komersial


Jakarta, CNN Indonesia —

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyebut pihaknya menghentikan proyek Hot Backup Satellite (HBS).

“Bukan [ditunda], tapi diterminasi karena setelah dikaji secara teknis. Itu tanya ke Satgas [BAKTI Kominfo] saja,” kata dia, di kantor Kominfo, Jumat (20/10).

Budi tidak menjelaskan apa alasan pihaknya menghentikan program tersebut.

“Tim Satgas menilai ini perlu dihentikan. Kalau teknis-teknis gitu tanya ke Satgas saja. [Terkait slot orbit HBS] itu kan komersial, biarkanlah, itu sudah diputuskan Satgas BAKTI Kominfo yang mutusin,” terangnya.

Sebagai informasi, proyek pembuatan HBS berlangsung sejak 19 Oktober 2021. Pada Maret 2022, Kominfo telah menandatangani kontrak proyek HBS dengan pemenang lelang Konsorsium Nusantara Jaya.

Konsorsium Nusantara Jaya merupakan gabungan dari beberapa perusahaan, yaitu PT Satelit Nusantara Lima, PT DSST Mas Gemilang, PT Pasifik Satelit Nusantara, dan PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera.

Pengadaan Infrastruktur (Capital Expenditure/capex) untuk penyediaan HBS disebut membutuhkan biaya investasi sebesar Rp 5.208.984.690.000 (Rp5,2 triliun), termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Proyek HBS sendiri direncanakan untuk hadir sebagai satelit cadangan Satria-1 dan sebagai penambah kecepatan internet di Indonesia.

HBS melibatkan sejumlah perusahaan besar, yakni Boeing, SpaceX, dan Hughes Network System.

Boeing merupakan perusahaan manufaktur satelit untuk proyek Hot Backup Satellite (HBS), SpaceX perusahaan penyedia roket peluncur untuk satelit tersebut, sedangkan Hughes Network System perusahaan yang menyediakan solusi broadband bagi satelit HBS.

Dikutip dari situs Kominfo, Johnny G Plate, saat masih menjabat Menkominfo, mengatakan Satelit HBS ini memiliki kapasitas 150 Gbps.

Namun, tak semuanya dipakai Indonesia karena sifatnya komersial. Rinciannya, 80 Gbps dipakai untuk Indonesia, 70 Gbps sisanya akan digunakan oleh Filipina dan Malaysia.

“Kenapa harus sampai dipakai oleh Malaysia dan Filipina [selain Indonesia]? Karena ini KPBU (kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha). Kelayakan commercial-nya juga harus kita ukur. Kan ada pertimbangan-pertimbangan commercial dan finance juga,” kata Johnny, tahun lalu.

Menurutnya, pembuatan Satelit HBS maupun Satelit Satria-1 yang merupakan High Troughput Satellite (HTS), melibatkan Pasifik Satelit Nusantara (PSN).

“Untuk Satelit SATRIA-1 itu namanya PSN-N3 yang akan melakukan operation and maintenance. Sedangkan Satelit Boeing yang disebut dengan PSN-N5, itu juga nanti operation and maintenance akan dilakukan juga oleh PSN sebagai satelit privat,” jelasnya.

Dengan peluncuran dua satelit itu, Indonesia akan memiliki kapasitas satelit sebesar 2 X 150 Gbps. Namun, Indonesia akan menggunakan total 230 Gbps. “Yang 150 Gbps SATRIA-1 dipakai semuanya oleh Indonesia.”

[Gambas:Video CNN]

(lom/arh)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *