Rentetan Kebakaran TPA Sampah, Benarkah Semua Salah Cuaca Panas?


Jakarta, CNN Indonesia —

Kebakaran melanda tiga tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dalam beberapa pekan terakhir. Ketiga TPA itu yakni TPA Sarimukti di Bandung Barat, TPA Putri Cempo Mojosongo di Solo, dan TPA Jatibarang di Semarang.

Sampai saat ini, proses pemadaman di ketiga TPA masih dilakukan. Faktor cuaca dan musim kemarau akibat El Nino dituding jadi salah satu penyebab kebakaran di sejumlah TPA itu sulit dipadamkan.

“Ini karena suhunya terlalu tinggi sehingga tumpukan gas metan yang ada disitu terbakar,” ujar Kadis Lingkungan Hidup (DLH) Kota Solo, Kristiana Haryanto, Sabtu (16/9).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam beberapa waktu terakhir, cuaca panas memang melanda sejumlah wilayah Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Hal ini tak lepas dari fenomena El Nino yang sudah menyapa wilayah RI sejak Juli.

Di Indonesia, fenomena ini berdampak pada 63 persen wilayah tanah air. Merujuk data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), seluruh Pulau Jawa menjadi salah satu wilayah yang diprediksi memiliki curah hujan paling rendah dan berpotensi mengalami musim kering yang ekstrem.

Lantas, benarkah cuaca dan musim kering ekstrem jadi satu-satunya biang kerok masalah kebakaran di sejumlah TPA itu?

Dini Trisyanti, Direktur Sustainable Waste Indonesia mengatakan cuaca memang memiliki peran dalam kasus kebakaran TPA di sejumlah wilayah tersebut. Namun, terlepas dari itu semua, ia menduga ada kesalahan dalam operasional TPA sehingga mengakibatkan kebakaran.

“Kalau menurut saya betul ada faktor cuaca, tapi betul juga karena memang secara operasional TPA tidak dioperasionalkan dengan betul sesuai aturan,” ungkap Dini saat dihubungi, Selasa (19/9).

Dini menjelaskan cuaca panas memang lebih rentan menimbulkan percikan api di TPA. Di sisi lain, timbunan sampah organik bisa menghasilkan gas metan yang mudah terbakar.

Kedua hal ini jika dikombinasikan dapat memicu kebakaran. Ditambah lagi, ketika cuaca panas dan musim kemarau, air untuk memadamkan api sulit dijangkau.

“Misal ini api kecil, terus cuaca panas kan, mungkin sumber air lebih susah ya carinya, kemudian sumber apinya jadi besar, dia memantik gas metan di dalam. Timbunan sampah kan tinggi,” jelasnya.

Potensi langgar aturan

Alih-alih menyalahkan cuaca panas, Dini justru melihat ada dugaan kesalahan operasional TPA yang membuat kebakaran ini semakin sulit dipadamkan. Menurut dia, cuaca hanya faktor kecil dari masalah ini.

Pasalnya, setiap tahun Indonesia mengalami musim kemarau dan kebakaran di TPA sebetulnya bukan barang baru.

“Hampir setiap [tahun] musim panas, dari dulu-dulu juga memang sering ada kebakaran di TPA, jadi itu sebenarnya bukan suatu hal yang baru,” kata Dini.

“Tapi sekarang ini semakin intens, satu kemaraunya lebih parah, dan kejadiannya kok TPA-TPA besar. Jadi menarik perhatian banyak orang sampai berhari-hari enggak padam,” imbuhnya.

Menurut Dini terlepas dari faktor cuaca, rentetan kebakaran TPA itu potensi melanggar aturan. Sebab, ia menduga TPA-TPA itu dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka atau open dumping, yakni dibiarkan begitu saja tanpa ada perlakuan apa pun seperti lapisan penutup tanah.

“TPA itu menurut desainnya harus ada lapisan tanah penutup, sesuai ketentuan teknisnya itu memang enggak boleh hanya dibuang secara terbuka, Secara Undang-undang juga udah enggak boleh. Jadi SOP yang betul, setiap hari harus ditutup lapisan tanah, kalau misalnya enggak bisa tiap hari, ya okelah tiap minggu. Tapi itu persyaratan yang sangat penting untuk sebuah TPA,” jelas dini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *