Jakarta, CNN Indonesia —
Harijono Djojodihardjo (83) diganjar penghargaan bagi tokoh dirgantara dan antariksa Nurtanio Award 2023 alias yang perdana. Simak kiprah Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
Penghargaan itu diberikan dalam ajang Nurtanio Award dan Nurtanio Pringgoadisuryo Memorial Lecture 2023, di Gedung BJ Habibie, kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta, Senin (27/11).
“Nurtanio Lecture tahun ini merupakan tahun kedua, tetapi untuk Nurtanio Award baru yang pertama, diberikan kepada Prof. Harijono. Semoga antariksa dan kedirgantaraan kita semakin maju ke depan, dan penghargaan ini bisa memberikan apresiasi kepada komunitas di kedua bidang tersebut,” ujar Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, dalam ajang yang disiarkan secara daring tersebut.
Siapa Harijono Djojodihardjo?
BRIN mengungkap dia saat ini berstatus Guru Besar di dua kampus, yakni ITB dan Universitas Al-Azhar Indonesia. Kiprahnya di dunia penerbangan dan antariksa Indonesia terentang selama puluhan tahun.
Dikutip dari situs ITB, salah satu karya profesionalnya digunakan untuk mendukung proses desain, manufaktur, sertifikasi, dan operasi salah satu pesawat generasi awal buatan RI, CN-235, 1983-1998.
Ia juga terlibat dalam pengawasan dan ikut menulis serangkaian catatan teknis dan dokumen lainnya di Subdirektorat Dinamika PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) periode 1987-1989.
Hal itu terkait dengan Flutter, Beban Dinamis, Pengujian Getaran Tanah, Bobot dan Kualifikasi Dinamis N-250, pesawat pertama buatan RI yang mesinnya didesain BJ Habibie, Presiden ketiga RI.
Pengujian model flutter N-250 itu dilakukan di terowongan angin kecepatan rendah (ILST) PUSPITEK Serpong, 1995.
Tak ketinggalan, pria yang pernah menjabat Penasihat Presiden RI mengenai Teknologi dan Industri Strategis (Mei 1998 hingga Januari 1999) itu juga turut menjadi design reviewer Pesawat Experimental Sudan ARC/ SAFAT Industry SAFAT-03 Aircraf.
Pentingnya matematika
Usai menerima Nurtanio Award 2023, pria kelahiran Surabaya ini menekankan pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk soal dirgantara, untuk menjadi penunjang teknologi yang lebih kekinian.
“Berbagai contoh kasat mata misalnya, pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, antara lain dengan memanfaatkan satelit penginderaan jauh, satelit komunikasi, dan sebagainya,” ucap Harijono.
“Penguasaan sains dan tekonologi kedirgantaraan dan maritim, sains dan teknologi mengikuti dan mempelopori seperti kecerdasan buatan atau artificial intelligence, dan sebagainya,” lanjut dia, yang pernah menjabat Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) itu.
Ia pun mengutip temuan Programme for International Student Assessment (PISA), bahwa salah satu indikator dan arah pendidikan yang perlu diperkokoh antara lain mencakup unsur utama literasi.
“Literasi itu mau belajar. Matematika adalah nalar dan akal budi. Serta sains, teknologi, dan inovasi, yaitu perilaku konstruktif, produktif, synergic, mengikuti dan mempelopori perkembangan zaman,” jelas Harijono.
Dalam ajang yang sama, BRIN memberikan Nurtanio Pringgoadisuryo Memorial Lecture kepada Adi Rahman Adiwoso, CEO perusahaan Pasifik Satelit Nusantara (PSN) yang mengorbitkan satelit Satria-1.
[Gambas:Video CNN]
(rfi/arh)