Jakarta, CNN Indonesia —
Kerja sama terkait iklim, Sharm el-Sheikh mendapat sorotan khusus pada COP28 yang digelar di Dubai, Uni Emirat Arab tahun ini. Lalu, apa saja isi kesepakatan perjanjian tersebut?
Kerja sana Sharm el-Sheikh merupakan perjanjian iklim global baru yang disepakati pada COP27 tahun lalu. Perjanjian ini mencakup komitmen bersejarah dari negara-negara kaya untuk memberikan dana kepada negara-negara berkembang guna membantu mereka pulih dari kerusakan dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh dampak perubahan iklim yang sedang berlangsung.
Namun, ada juga kekecewaan yang diungkapkan oleh beberapa pemimpin dunia karena tidak ada kesepakatan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
Rencana tersebut, meskipun tidak mengikat secara hukum, telah memberikan ambisi baru bagi negara-negara di dunia dalam hal perubahan iklim, mengutip BBC.
Dana baru
Untuk kali pertama, negara-negara sepakat membentuk dana “kerugian dan kerusakan”. Ini akan menjadi dana untuk membantu negara-negara miskin pulih dari dampak perubahan iklim.
Sebelumnya, negara-negara ini hanya menerima dana untuk mitigasi, upaya untuk beralih dari bahan bakar fosil dan adaptasi. Ini adalah dana untuk mempersiapkan diri menghadapi dampak perubahan iklim di masa depan.
Masalah kerugian dan kerusakan telah menjadi sangat kontroversial. Negara-negara kaya sebelumnya tidak ingin menyetujui dana baru karena mereka berpikir bahwa dana tersebut akan membuat mereka bertanggung jawab untuk menanggung semua kerugian ekonomi akibat perubahan iklim.
Setelah lima kali negosiasi, negara-negara sepakat bahwa dana tersebut akan dikelola oleh Bank Dunia, namun nilai total dana dan jumlah yang akan dikontribusikan oleh negara-negara maju masih belum final. Diharapkan rincian ini akan disepakati di COP28.
Penggunaan bahan bakar fosil
Dua tahun lalu di COP26, di Glasgow, negara-negara sepakat untuk “mengurangi penggunaan batu bara”. Langkah selanjutnya adalah negara-negara menyetujui komitmen untuk mengurangi penggunaan minyak dan gas, namun hal ini tidak terwujud pada COP27.
Sebaliknya, negara-negara berkomitmen untuk “meningkatkan bauran energi bersih, termasuk energi rendah emisi dan energi terbarukan”.
Namun, frasa “energi rendah emisi” telah menimbulkan kekhawatiran. Frasa ini belum didefinisikan secara formal, dan ada kekhawatiran bahwa frasa ini dapat membuka pintu bagi pengembangan gas, karena pembakaran gas menghasilkan emisi yang lebih sedikit dibandingkan bahan bakar fosil lainnya seperti batu bara.
Badan perubahan iklim independen Inggris, UKCCC, menyimpulkan bahwa telah terjadi “kemajuan yang terbatas dalam ambisi untuk mengurangi emisi”.
Presiden COP tahun ini, Sultan Al Jaber mengatakan pengurangan bahan bakar fosil “tidak dapat dihindari” dan bahwa pertemuan tahun ini akan mempercepat perluasan energi terbarukan dan penangkapan karbon untuk mencapainya.
Solusi berbasis alam
Untuk pertama kalinya, perjanjian utama memiliki bagian khusus tentang hutan dan “solusi berbasis alam”. Ini adalah langkah-langkah yang bertujuan melindungi atau meningkatkan lingkungan yang juga memiliki manfaat bagi iklim, misalnya merestorasi hutan bakau.
Dengan memasukkan bagian baru ini, para pemimpin negara sepakat bahwa perubahan iklim dan upaya untuk melindungi tanaman dan hewan harus saling melengkapi dan tidak bertentangan.
Kerja sama Sharm el-Sheikh juga sangat relevan tahun ini karena pangan dan pertanian jadi tema utama dalam COP28.
9 Bukti Pemanasan Global itu Nyata (Foto: CNN Indonesia/Agder Maulana)
Soal perdagangan karbon di halaman berikutnya…