Jakarta, CNN Indonesia —
Peneliti kecerdasan buatan (AI) departmen teknik elektro dan elektronika Chukyo University, Jepang Pitoyo Hartono menceritakan peneliti dunia sempat terbelah kala ilmu itu dikembangkan.
“Menariknya dalam tiga atau empat bulan ini, peneliti-peneliti ini mulai berseteru dengan munculnya ChatGPT,” kata Pitoyo di kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rabu (30/8).
Ia menjelaskan duo peneliti di bidang teknologi asal Inggris Geoffrey Hinton dan Yoshua Bengio mengatakan AI sekarang ini adalah ancaman.
Pitoyo menyebut keduanya menilai AI berbahaya karena akan menjadi manusia super yang melebihi kecerdasan manusia, bahkan sulit untuk dikontrol.
Sementara, ilmuwan komputer asal Perancis yang kini menjadi peneliti AI di Meta menuding Hinton dan Bengio terlalu penakut.
“Jadi mereka yang sebelumnya bekerjasama secara erat sekarang agak terpisah, ada dua kubuh dalam AI,” kata Pitoyo.
Di samping itu Pitoyo juga mengungkapkan awal mula kecerdasan mulai booming di bidang keilmuwan, yaitu sekitar 1975. Hal itu lantaran ditemukanya neural network atau cikal bakal dari AI yang sekarang banyak digunakan.
“Bentuknya bukan lagi simbolik AI tapi jaringan otak buatan, jadi model matematis dari jaringan otak,” tuturnya.
Di belahan dunia lain, sistem ini dinamakan expert system. Dia mengatakan ini merupakan satu sistem yang bisa mengganti keahlian manusia.
“Misalnya expert system di bidang kedokteran seperti mendiagnosa dan sebagainya, termasuk neural network (jaringan saraf),” kata dia.
Namun ada suatu hambatan matematis yang tidak memungkinkan neural network ini berkembang, sehingga tren ini berakhir pada tujuh tahun setelahnya.Barulah pada 2012 sampai sekarang kembali menjadi tren keilmuwan lantaran kehadiran deep learning.
Deep learning dapat mengenali pola kompleks dalam gambar, teks, suara, dan data lain untuk menghasilkan wawasan dan prediksi yang akurat. Metode itu digunakan dalam AI yang mengajarkan komputer memproses data dengan cara yang terinspirasi otak manusia.
“Deep learning dipakai sampai sekarang, hampir tidak ada industri yang tidak memakai neural network sekarang,” tutupnya.
Teknologi kecerdasan buatan menyimpan potensi bahaya jika dikembangkan secara liar. Sejumlah tokoh pun sudah jauh-jauh hari memberi peringatan.
Contoh-contoh bahaya AI yang bisa dibayangkan sejauh ini di antaranya adalah mesin tempur yang bisa bertindak sendiri, pengabaian hak cipta, plagiarsme, hingga hoaks.
Salah satu tokoh yang mewanti-wanti adalah Geoffrey Hinton. Padahal, Hinton dikenal sebagai Godfather of AI, tapi dia sudah mewanti-wanti atas potensi bahaya perkembangan teknologi itu.
Hinton adalah salah satu sosok awal yang mengembangkan teknologi jaringan yang kini membentuk sistem kecerdasan buatan. Dia bekerja paruh waktu di Google selama satu dekade untuk mengembangkan AI raksasa teknologi ini.
Hinton mengaku risau dengan potensi AI untuk menghilangkan pekerjaan dan menciptakan dunia yang membuat kita tidak bisa mengetahui hal yang benar. Dia juga menunjukkan kecepatan kemajuan teknologi yang menakjubkan, jauh melampaui apa yang dia dan orang lain perkirakan.
(can/dmi)