Jakarta, CNN Indonesia —
Peneliti Pusat kedokteran Tropis UGM Riris Andono Ahmad menyebut tak ada yang berbeda dengan nyamuk yang memiliki bakteri Wolbachia dengan dan nyamuk tanpa Wolbachia, sehingga bentol akibat gigitan keduanya sama saja.
“Tidak ada yang berubah dari nyamuknya. Nyamuknya tidak menjadi nyamuk bionik, nyamuk transgenik. Yang terjadi adalah semacam blocking mekanik sehingga memang pada akhirnya dampak dari gigitan nyamuk ya sama saja,” jelas dia dalam diskusi yang digelar daring, Senin (20/11), dikutip dari Antara.
Riris menambahkan efek gatal yang dihasilkan nyamuk ber-Wolbachia masih sama seperti nyamuk lainnya. Namun, ketika nyamuk Aedes aegypti mengandung bakteri Wolbachia, gigitan tersebut tak lagi menularkan virus dengue yang menyebabkan demam berdarah.
Ia juga membantah kekhawatiran bakteri tersebut bisa berpindah ke serangga lain, hewan atau manusia.
Ia mengatakan bakteri Wolbachia hanya bisa tinggal di dalam sel tubuh serangga, sehingga ketika keluar dari sel tubuh serangga maka bakteri tersebut akan mati.
“Misalnya ludah, ludah bukan sel jadi dia (bakteri) tidak akan bisa ada di ludah nyamuk. Ada mungkin di sel kelenjar ludahnya tetapi bakteri tidak bisa keluar dari sel sehingga ketika nyamuk menggigit manusia dia tidak bisa ditularkan ke manusia atau tempat lain,” terangnya.
Dalam acara yang sama, Peneliti Pusat kedokteran Tropis UGM Adi Utarini yang akrab disapa Uut menuturkan gigitan nyamuk Wolbachia bisa menyebabkan bentol atau tidak, sama seperti nyamuk pada umumnya.
“Saat menggigit manusia, maka efek sampingnya merupakan efek gigitan nyamuknya (bukan Wolbachia-nya) dan ini bervariasi dari satu orang ke orang lainnya. Ada yang bentol-bentol dan ada yang juga tidak,” tuturnya.
Selain itu, kata Uut, karakteristik nyamuk Aedes aegypti yang memiliki Wolbachia sama dengan nyamuk Aedes di alam, termasuk dari sisi resistensi terhadap produk insektisida.
Ia menyebut nyamuk memiliki tingkat resistensi terhadap insektisida yang sama seperti nyamuk di alam.
Peneliti dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Adi Utarini mengatakan tidak ada kaitan antara radang otak Japanese Encephalitis dengan Wolbachia.
“Ternyata Japanese Encephalitis (JE) ini nyamuknya berbeda (Culex) dan penyakitknya juga berbeda. Tidak ada kaitannya dengan teknologi Wolbachia,” kata Uut.
Japanese Encephalitis (JE) merupakan salah satu penyebab utama radang otak akibat infeksi virus ensefalistis. Beberapa waktu lalu, JE dan Wolbachia menjadi perbincangan warganet di media sosial karena ada pendapat yang mengaitkan nyamuk ber-Wolbachia dapat menyebabkan JE.
Selain membantah Wolbachia menyebabkan JE, Uut juga menuturkan teknologi itu tidak terkait dengan kejadian filariasis atau penyakit kaki gajah.
“Wolbachia yang ada pada cacing yang menyebabkan filariasis itu berbeda jenisnya dengan Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti. Jadi Wolbachia ini bukan hanya satu jenis, tapi ada ribuan jenis,” tuturnya.
[Gambas:Video CNN]
(lom/dmi)