Jakarta, CNBC Indonesia – Bulan gempa setiap hari. Namun, ilmuwan NASA mengungkapkan penyebab gempa Bumi dan gempa Bulan ternyata jauh berbeda.
Menurut Space.com, saat ini sebetulnya tidak ada aktivitas geologis yang berarti di Bulan. Gempa tektonik, letusan gunung berapi, dan semburan gas terakhir terjadi pada periode antara 2,5 juta miliar tahun dan 3,7 miliar tahun yang lalu.
Bekas aktivitas geologis ini tampak jelas dan awet karena, tidak seperti Bumi, permukaan Bulan tidak terpengaruh udara yang membentuk atmosfer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Gempa Bulan yang terjadi saat ini, menurut NASA, adalah dampak dari gravitasi Bumi (fenomena yang disebut sebagai ‘tidal flexing’) dan variasi temperatur. Getaran karena variasi temperatur ini yang disebut sebagai “gempa bulan.”
NASA memiliki data “gempa bulan” yang berasal dari seismometer yang dibawa oleh misi Apollo.
Ahli dari Caltech baru-baru ini menerbitkan laporan penelitian berdasarkan data tersebut, yang diolah menggunakan teknologi pembelajaran mesin (machine learning).
Hasil dari pemrosesan data menunjukkan bahwa gempa bulan terjadi sangat rutin, bersamaan dengan pergerakan Matahari dari posisi puncak hingga terbenam. Fenomena rutin ini membuat gempa bulan bisa dijadikan sebagai acuan waktu di Bulan, yang berpotensi dimanfaatkan oleh misi perjalanan ke Bulan berikutnya atau oleh “penghuni Bulan.”
Berbeda dengan getaran yang terjadi karena gravitasi Bumi, gempa Bulan adalah dampak dari perubahan temperatur di kerak Bulan. Karena Bulan tidak diselimuti udara, panas sinar Matahari tidak pernah bertahan lama di permukaan Bulan. Perubahan temperatur yang tiba-tiba juga terjadi saat Matahari “terbit” di Bulan.
Berdasarkan data NASA, kerak Bulan memanas hingga 120 derajat Celcius pada saat berada di puncak kemudian temperatur anjlok hingga minus 133 derajat Celcius pada “malam hari” di Bulan.
Panas dan dingin yang bergantian menyebabkan kerak Bulan mengembang dan menyusut secara cepat kemudian menciptakan getaran kecil. Pada 1972, astronaut dari misi Apollo 17 memasang seismometer untuk mengukur aktivitas ini.
Sensor tersebut mengumpulkan data selama 8 bulan dari Oktober 1976 ke Mei 1977. Setelah bertahun-tahun hanya disimpan, tim peneliti yang dipimpin oleh Francesco Civilini dari Caltech menjalankan analisis menggunakan model pembelajaran mesin.
Hasilnya, gempa Bulan ternyata terjadi pada waktu yang sama tiap hari yaitu setiap siang menjelang sore saat Matahari bergerak meninggalkan posisi puncak sehingga permukaan Bulan “mendingin” dengan cepat.
Namun, hasil pengolahan data juga mendeteksi tanda getaran yang lain pada pagi hari yang polanya berbeda. Peneliti memperkirakan asal getaran ini terjadi hanya beberapa ratus meter dari wahana pendaratan Apollo 17.
“Setiap pagi di Bulan, saat sinar Matahari mengenai wahana Apollo 17, data mulai terekam. Setiap 5 hingga 6 menit, getaran terjadi, dalam periode 5 hingga 7 jam waktu Bumi. Sangat rutin dan berulang,” kata Allen Husker dari Caltech.
Hasil penelitian ini, menurut Space.com, punya banyak manfaat untuk misi berikutnya ke Bulan. Misalnya, dalam memilih struktur dan material hunian Bulan yang paling pas. Rencana hunian di Bulan seperti Artemis Base Camp, International Lunar Research Station, dan Desa Bulan kemungkinan lebih tepat menggunakan material komposit dibandingkan dengan logam campuran (alloy).
Selain itu, gempa Bulan bisa menjadi cara untuk mencari air. “Semoga kita bisa memetakan area di bawah permukaan Bulan dan mencari deposit [es]. Ada juga beberapa kawah di kutub selatan Bulan yang tidak terpapar sinar Matahari. Jika kita bisa meletakkan seismometer di sana, kita bisa mencari es yang terjebak di bawah permukaan. Gelombang seismik berjalan lebih lambat jika melewati air,” kata Husker.
Penelitian soal gempa Bulan didanai oleh NASA dan diterbitkan di artikel berjudul “Thermal Moonquake Characterization and Cataloging Using Frequency-Based Algorithms and Stochastic Gradient Descent,” di Journal of Geophysical Research – Planets.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Fenomena Ular Raksasa Tertangkap Melilit Permukaan Matahari
(dem/dem)