Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah resmi merevisi aturan Peraturan Menteri Perdagangan No 50 Tahun 2020. Aturan baru Permendag Nomor 31 tahun 2023 mengatur soal perdagangan platform digital di Indonesia.
“Permendag 31 tahun 2023 merupakan penyempurnaan Permendag 50 tahun 2022 tentang perizinan berusaha, periklanan, pengawasan pelaku usaha melalui sistem elektronik yang merupakan amanat presiden ke Menteri Perdagangan dan Menkop UKM,” kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, dalam konferensi pers, di Jakarta, Rabu (27/9/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Untuk meningkatkan perlindungan UKM serta pelaku usaha di dalam negeri,” ucapnya melanjutkan.
Berikut beberapa pasal dalam aturan tersebut:
1. Informasi & Standarisasi Barang
Aturan ini mengatur mengenai perizinan dan standarisasi barang atau jasa dari luar negeri yang diperdagangkan . Pada Pasal 5 ayat (1), (2), dan (4) salah satunya mensyaratkan adanya informasi negara asal barang atau jasa hingga standarisasi seperti izin dan sertifikasi.
Sementara pada ayat (5) diatur soal platform digital bisa menolak pendaftaran pedagang luar negeri. Ini dilakukan apabila pedagang menolak melakukan pendaftaran dan meminta perizinan.
2. Informasi Standar Barang
Pedagang atau merchant juga diwajibkan menayangkan standarisasi pada barang atau jasa yang diperdagangkan. Ini tertuang dalam Pasal 11 ayat (1), yang isinya harus memenuhi informasi nomor pendaftaran, sertifikasi, dan registrasi produk.
Pada ayat (2), platform digital juga diharuskan untuk menayangkan informasi mengenai asal pedagang, negara pengiriman dan bukti telah memenuhi standar.
3. Harga Minimun Barang Impor
Aturan baru ini juga mengatur harga minimun per unit dari barang impor. Pada pasal 19 ayat (2) dijelaskan harganya US$100 per unit.
4. Market Place Dilarang Jadi Produsen
Permendang No 31 Tahun 2023 juga melarang marketplace dan platfform social commerce menjadi produsen barang. Ini tertuang pada pasal 21 ayat (2).
5. Social Commerce Jadi Tempat Promosi & Dilarang Untuk Bertransaksi
Aturan ini mengartikan social commerce sebagai penyelenggara media sosial yang menyediakan fitur, menu, dan atau fasilitas tertentu untuk pedagang bisa memasang penawaran barang dan atau jasa. Artinya pedagang hanya bisa mempromosikan produknya saja tanpa bisa melakukan transaksi.
Ini juga diperkuat pada pasal 21 ayat (3), di mana Social Commerce juga dilarang melakukan transaksi di dalam platform.
6. Produk Dalam Negeri
Pasal 33 mengatur soal barang dan jasa mengutamakan buatan dalam negeri. Ini dilakukan dalam bentuk seperti temu usaha hingga akses pemasaran produk pada UMKM.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Media Sosial Dilarang Gabung Ecommerce, TikTok Buka Suara
(fab/fab)