Jakarta, CNBC Indonesia – Kalangan ilmuwan mengungkapkan efek mengerikan bila kesepakatan dunia terkait batasan pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri tak tercapai. Batasan itu merupakan hasil perjanjian iklim Paris pada 2015.
Delapan tahun setelah perjanjian Paris disepakati oleh pemimpin negara dunia, efek perubahan iklim malah kian memburuk, ditandai dengan munculnya fenomena El Nino yang menyebabkan suhu global lebih tinggi dibandingkan suhu sebelumnya dalam sejarah umat manusia.
Dalam 10 bulan pertama pada 2023, The Guardian mencatat pemanasan global sudah mencapai 1,4 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, dan diperkirakan akan mencapai 1,5 derajat Celcius dalam waktu dekat.
Meski begitu, satu tahun itu tentu tidak cukup untuk menggambarkan perubahan iklim yang tengah terjadi. Badan Meteorologi Inggris mengusulkan indikator yang menggabungkan data suhu global 10 tahun terakhir dan proyeksi untuk 10 tahun ke depan.
Berdasarkan rumus ini, tingkat pemanasan global berada pada 1,26 derajat Celcius.
Terlepas dari besaran ukuran perubahan iklim, kalangan ilmuwan ternama menilai perlu waktu bertahun-tahun, meski tak sampai puluhan tahun, untuk mencapai target peningkatan suhu yang menjadi kesepakatan Paris 2015. Ukuran 1,5 derajat Celcius sendiri mereka anggap sebetulnya sudah menjadi ukuran yang mengerikan.
“1,5 derajat Celcius saja sudah sangat mematikan, dan semua orang yang memahami fisika pasti mengetahui itu,” kata James Hansen, mantan ilmuwan iklim NASA dikutip dari The Guardian, Sabtu (9/12/2023).
Meski pernyataan itu dianggap berlebihan oleh Michael E. Mann, ilmuwan iklim dan lingkungan dari University of Pennsylvania, namun sejumlah ilmuwan lainnya menganggap ukuran peningkatan suhu yang terus terjadi terbukti telah membuat berbagai permasalahan di berbagai belahan bumi.
Berikut ini deretan efek sampingnya:
1. Gangguan Pasokan Pangan, Air, dan Meningkatnya Konflik
Direktur the NASA Harvest Afrika, Catherine Nakalembe mengatakan bila kenaikan suhu melampaui 1,5 derajat atau bahkan kenaikannya mencapai 2 derjat di atas suhu rata-rata antara 1850 hingga 1900, 70 juta lebih orang Afrika menderita krisis ketahanan pangan akut.
Menjadi bukti lanjutan nantinya bahwa perubahan iklim selalu memberikan dampak langsung bagi masyarakat negara-negara ekonomi miskin, dengan sistem kesehatan yang lemah. Padahal, roda ekonomi mereka tidak menjadi pemicu utama perubahan iklim yang terjadi saat ini setelah masa industri.
Catherine mengatakan, berdasarkan hasil pemodelan komputer, kenaikan suhu di kisaran lebih rendah dari 2 derajat celcius sudah lebih dulu membuat kekeringan parah pada wilayah Afrika bagian selatan, sedangkan Afrika sisi barat akan kehilangan produksi jagung dan sorgum sekitar 40%-50%. Diiringi dengan kekeringan air mencapai 50%.
Berbagai penurunan ketahanan itu, menurut Catherine akan semakin memperbesar risiko konflik karena perpindahan orang dari satu tempat ke tempat lain atau migrasi semakin sering terjadi. Bencana kekeringan ini sudah sempat nampak pada 2019 saat Afrika dilanda Badai Idai.
“Saya khawatir segalanya semakin buruk. Peristiwa ini menghapus seluruh mata pencaharian dan terjadi begitu sering sehingga tidak ada waktu untuk pulih,” kata Nakalembe.
2. Amazon Rusak dan Keanekaragaman Hayati di Daratan Punah
Ahli iklim terkemuka asal Brazil, Carlos Nobre mengungkapkan level 2 derajat celcius juga akan membuat 18% spesie serangga, 16% tanaman, dan 8% vertebrata hilang dari habitatnya. Sedangkan pada level 1,5 derajat celcius akan hilang kurang dari dua kali lipatnya.
Proyeksi ini juga tercermin dari kekeringan yang terjadi di Amazon saat ini, terlihat dari sungai-sungai yang menyusut debit airnya, menyebabkan kematian massal spesies lumba-lumba dan ikan di kawasan itu.
3. Rusaknya Terumbu Karang dan Ekosistem Laut
David Obura, ahli biologi kelautan Kenya yang mengepalai kelompok penelitian keanekaragaman hayati PBB, IPBES (the Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services) mengatakan bahwa setiap kenaikan 10 derajat suhu bumi hingga nantinya suhu di atas 2 derajat dari level pra-industri akan membuat terumbu karang sulit restorasi.
Kondisi ini disebabkan terumbu karang sangat sensitif terhadap perubahan suhu yang memengaruhi pH air. Karang-karang di Karibia kini pun telah memutih, termasuk di sebagian barat Samudra Hindia dan mengikis luas wilayahnya 10-30%.
Pada level derajat kenaikan 2 derajat Celcius, tingkat kelangsungan hidup di lautan itu akan turun menjadi antara 1-10% karena biota yang sehat menjadi lebih terisolasi, rentan dan tidak dapat bereproduksi.
4. Mencairnya Lapisan Es dan Permukaan Laut Naik
Fatumanava-o-Upolu III Dr Pa’olelei Luteru, Ketua Aliansi Negara-Negara Kepulauan Kecil mengatakan, bahwa kelangsungan hidup masyarakat di pulau-pulau kecil kini tengah dipertaruhkan.
Kenaikan suhu di atas 1,5 derajat sampai 2 derajat berpotensi menaikkan terus level permukaan laut sekitar 10 cm. Menyebabkan 10 juta orang berisiko terendam banjir dan gelombang badai.
Pelepasan emisi metana yang semakin sering dan gangguan akibat arus jet atau jet stream akan terus membuat lapisan es mencair. “Es yang menutupi kutub utara selama ratusan ribu tahun sedang surut alih-alih memantulkan sinar matahari kembali ke angkasa,” kata David King, mantan kepala penasihat ilmiah untuk pemerintah Inggris.
Aïda Diongue-Niang dari Senegal Meteorological Agency mengatakan bahwa pemanasan global telah membuat kemampuan adaptasi mahluk-makhluk bumi menurun, “Kemampuan adaptasi menurun seiring dengan meningkatnya pemanasan global,” kata Diongue-Niang.
Ia mengatakan, cuaca ekstrem pada 2023 harusnya menjadi peringatan bagi para pemimpin dunia bahwa target level suhu bumi di atas 1,5 derajat celcius dari masa pra-industri harus terealisasi dalam waktu dekat atau setidaknya akhir abad ini.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Jam Kiamat New York Bergerak Maju, Sisa Waktu Tinggal Segini
(dce)