Jakarta, CNBC Indonesia – Para ilmuwan mengungkap kematian misterius 350 gajah di Afrika. Dalam riset terbaru, mereka menyimpulkan bahwa bakteri tak dikenal bernama takson Bisgaard 45 adalah penyebabnya.
Pada Mei dan Juni 2020, kematian 350 gajah di delta Okavango di Botswana, Afrika Selatan, membingungkan para pegiat konservasi dan memicu spekulasi global tentang penyebabnya. Gajah dari segala usia dan jenis kelamin terkena dampaknya.
Menurut laporan, banyak di antara mereka yang berjalan berputar-putar sebelum mati mendadak. Dua bulan kemudian, 35 gajah lagi mati di barat laut Zimbabwe.
Pada saat itu, kematian gajah di Botswana disebut terjadi karena racun sianobakteri yang tidak dijelaskan secara spesifik dan tidak ada perincian lebih lanjut yang dipublikasikan oleh pemerintah setempat.
Selang berapa lama, pengujian terhadap gajah yang mati di Zimbabwe akhirnya menunjukkan hasil bahwa penyebabnya adalah bakteri bernama Pasteurella Bisgaard taxon 45. Bakteri tersebut menyebabkan septikemia atau keracunan darah.
Menurut makalah yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications, infeksi bakteri ini sebelumnya tidak pernah dikaitkan dengan kematian gajah.
Para peneliti yakin infeksi yang terjadi mungkin merupakan penyebab yang sama atas kematian di negara-negara tetangga.
“Hal ini mewakili keprihatinan konservasi yang penting bagi gajah dalam meta-populasi terbesar yang tersisa dari spesies yang terancam punah ini,” tulis para peneliti dalam makalah tersebut, dikutip dari The Guardian, Senin (30/10/2023).
Laporan ini ditulis oleh tim peneliti internasional dari Victoria Falls Wildlife Trust, Universitas Surrey, laboratorium di Afrika Selatan, dan Badan Kesehatan Hewan dan Tumbuhan (APHA) milik pemerintah Inggris.
Makalah ini menyarankan agar penyakit menular harus dimasukkan ke dalam daftar tekanan yang mereka hadapi.
Arnoud van Vliet dari Universitas Surrey mengatakan infeksi ini menambah daftar ancaman penyakit terhadap konservasi gajah. Gajah adalah hewan yang sangat mudah bersosialisasi, dan kemungkinan besar mereka mengalami stres karena kondisi kekeringan pada saat itu, yang menjadikan wabah ini lebih mungkin terjadi.
Bakteri Pasteurella sebelumnya telah dikaitkan dengan kematian mendadak sekitar 200.000 antelop saiga di Kazakhstan, sebuah insiden yang diyakini para peneliti dapat menjelaskan apa yang terjadi pada kawanan gajah.
Para ilmuwan percaya bakteri Pasteurella umumnya hidup tidak berbahaya di amandel. Namun, peningkatan suhu yang tidak biasa hingga 37 derajat Celcius menyebabkan bakteri masuk ke aliran darah dan menyebabkan septikemia.
Takson Bisgaard 45 sebelumnya telah ditemukan pada harimau dan singa yang ditemukan melalui pengujian luka gigitan pada manusia, serta pada tupai dan psittacines.
Hal-hal lain yang diuji oleh para ahli termasuk sianida, yang digunakan sebagian orang untuk meracuni gajah. Namun, tidak ada jejak racun apa pun di bangkai atau di dekat kubangan air.
Teori lain termasuk konsumsi racun dari pertumbuhan alga. Sementara perburuan ilegal dikesampingkan dari penyebabnya, karena bangkai gajah yang mati masih memiliki gading.
Penyelidik utama, Chris Foggin, seorang dokter hewan satwa liar di Victoria Falls Wildlife Trust, mengatakan penyelidikan kematian massal tersebut merupakan sebuah tantangan.
“Mengidentifikasi dan kemudian mencapai bangkai tepat waktu untuk mendapatkan sampel yang berguna adalah salah satu masalah yang sering kita hadapi. Namun, kami juga tidak tahu penyakit apa yang mungkin kami hadapi,” ujarnya.
Awalnya mereka curiga itu adalah penyakit antraks, yang diketahui banyak terjadi di daerah tersebut. Atau mungkin penyakit lain yang mungkin menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia.
Oleh karena itu penyelidik harus berhati-hati ketika melakukan pemeriksaan postmortem pada gajah yang merupakan tugas sulit bagi hewan sebesar itu, terutama jika bekerja di lapangan.
Para ilmuwan tidak dapat mengunjungi lokasi tersebut di negara tetangga Botswana dan sebagian besar sampel dikumpulkan dari hewan yang sudah mulai membusuk.
Makalah tersebut mengatakan temuan keracunan darah mungkin mewakili fenomena yang sedang berlangsung di wilayah ini, dimana kasus-kasus sebelumnya terlewatkan karena kurangnya pengujian.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Makhluk Dikira Manusia Terlihat di Antartika, Berani Lihat?
(dem)