Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Amerika menyatakan bahwa AI memberikan ancaman nyata terhadap meningkatnya disinformasi selama pemilu AS berlangsung tahun depan.
Gedung Putih menyebut, banyak konten beredar mulai dari gambar palsu penangkapan Donald Trump hingga video yang menggambarkan masa depan dystopian di bawah kepemimpinan Joe Biden.
Mereka menyebut pemilihan presiden pada tahun 2024 menghadapi gelombang disinformasi yang didukung teknologi AI, bahkan menyebutnya sebagai pemilu AI pertama di Amerika.
Kedua kubu politik AS memanfaatkan alat-alat canggih yang didukung oleh kecerdasan buatan, yang oleh banyak pakar teknologi dipandang sebagai pedang bermata dua.
Program AI dapat mengkloning suara tokoh politik dalam sekejap dan membuat video serta teks yang tampak nyata sehingga pemilih kesulitan memahami kebenaran dari fiksi. Kehadiran Ai dinilai akan merusak kepercayaan terhadap proses pemilu.
Pada saat yang sama, kampanye cenderung menggunakan teknologi ini untuk meningkatkan efisiensi operasional dalam segala hal mulai dari analisis basis data pemilih hingga penyusunan email penggalangan dana.
Sebuah video yang dirilis pada Juni oleh kampanye kepresidenan Gubernur Florida Ron DeSantis dimaksudkan untuk menunjukkan mantan presiden Trump merangkul Anthony Fauci, target favorit Partai Republik selama pandemi virus Corona.
Pemeriksa fakta AFP menemukan bahwa video tersebut menggunakan gambar yang dihasilkan AI.
Setelah Biden secara resmi mengumumkan pencalonannya kembali, Partai Republik pada April merilis sebuah video yang dikatakan sebagai pandangan yang dihasilkan AI tentang kemungkinan masa depan negara tersebut, jika ia menang.
Video menunjukkan gambaran foto rekayasa yang realistis mengenai kepanikan di Wall Street, invasi China ke Taiwan, gelombang imigran yang menguasai agen perbatasan, dan pengambilalihan San Francisco oleh militer di tengah kejahatan yang mengerikan.
“AI generatif mengancam akan meningkatkan kampanye disinformasi online,” kata lembaga nirlaba Freedom House dalam sebuah laporan baru-baru ini, dikutip dari AFP, Jumat (3/11/2023).
Mereka memperingatkan bahwa teknologi tersebut telah digunakan untuk mencemarkan nama baik lawan pemilu di Amerika Serikat. Mereka yang memproduksi disinformasi menggunakan gambar, audio, dan teks yang dihasilkan oleh AI, membuat kebenaran lebih mudah untuk diputarbalikkan dan lebih sulit untuk dipahami.
Menurut jajak pendapat yang diterbitkan grup media Axios dan firma intelijen bisnis Morning Consult, ada lebih dari 50 persen warga Amerika memperkirakan kebohongan yang disebabkan oleh AI akan berdampak pada hasil pemilu tahun 2024.
Sekitar sepertiga warga Amerika mengatakan mereka akan kurang mempercayai hasil pemilu karena AI.
Dalam lingkungan politik yang hiperpolarisasi, para pengamat memperingatkan sentimen-sentimen seperti itu berisiko memicu kemarahan publik terhadap proses pemilu.
“Melalui template (AI) yang mudah dan murah untuk digunakan, kita akan menghadapi klaim kampanye dan kontra-klaim yang sangat beragam, dengan kemampuan terbatas untuk membedakan materi palsu dan asli, serta ketidakpastian mengenai bagaimana permohonan ini akan mempengaruhi pemilu,” kata Darrell West dari Brookings Institution.
Semua berubah berkat AI
Pada saat yang sama, kemajuan AI juga menjadikannya sumber daya yang “mengubah permainan” atau game changing untuk memahami pemilih dan tren kampanye.
Staf kampanye sebelumnya mengandalkan konsultan mahal untuk mengembangkan rencana penjangkauan dan menghabiskan waktu berjam-jam untuk menyusun pidato, pokok pembicaraan, dan postingan di media sosial. Namun dengan AI memungkinkan pekerjaan yang sama dalam waktu yang sangat singkat.
Tapi perlu digaris bawahi soal potensi penyalahgunaan. Seperti yang dilakukan dicoba oleh AFP ketika memberi pertanyaan yang salah tentang Trump kepada ChatGPT, malah menghasilkan sebuah kampanye yang apik lengkap dengan data dari dokumen yang salah tersebut.
Ketika AFP lebih lanjut mendorong chatbot dari OpenAI itu untuk membuat buletin, mereka menyebarkan kebohongan yang sama dengan nada yang lebih apokaliptik.
Pihak berwenang berusaha keras untuk membuat batasan bagi AI, dengan beberapa negara bagian AS seperti Minnesota mengeluarkan undang-undang untuk mengkriminalisasi deepfake yang bertujuan merugikan kandidat politik atau mempengaruhi pemilu.
Pada Senin (30/10) Biden menandatangani perintah eksekutif ambisius untuk mempromosikan penggunaan AI yang aman, terjamin, dan dapat dipercaya”
“Pemalsuan mendalam menggunakan audio dan video yang dihasilkan AI untuk mencoreng reputasi menyebarkan berita palsu, dan melakukan penipuan,” kata Biden saat penandatanganan perintah tersebut.
Dia menyuarakan kekhawatiran bahwa penipu dapat merekam suara seseorang selama tiga detik untuk menghasilkan audio deepfake.
“Saya sudah menonton (deep fake) diri saya,” katanya. “Saya berpikir, ‘Kapan saya mengatakan itu?”
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Video: Kecerdasan Buatan di Pusaran Politik RI
(dem)