Jakarta, CNBC Indonesia – Milisi Hamas meluncurkan serangan kejutan yang membunuh ratusan orang di wilayah Israel. Bombardir roket dan serbuan pejuang Hamas dari Jalur Gaza berhasil menembus sistem pengawasan dan teknologi kecerdasan buatan (AI) Israel yang disebut paling canggih di dunia.
Menurut Reuters, sepekan sebelum serangan Hamas, pejabat NATO berkunjung ke perbatasan antara Israel dan Gaza. Petinggi Israel memamerkan penggunaan AI dan perangkat teknologi pengawasan mereka.
Israel telah memamerkan penggunaan teknologi AI sejak bentrokan senjata terbesar terakhir di Gaza pada 2021. Pada saat itu, Israel menunjukkan cara mereka menggunakan gabungan antara AI dan drone untuk mengenali dan memilih target serangan roket di Jalur Gaza.
Drone Israel, misalnya, menggunakan teknologi pengenalan wajah (face recognition) di titik pemeriksaan perbatasan dan teknologi penyadapan untuk menguping segala jenis percakapan elektronik. Sistem pengawasan Israel di Gaza disebut sebagai yang paling ketat dan canggih.
Menurut pernyataan NATO, Admiral Robert Bauer dari Belanda mengunjungi Israel pada bulan lalu untuk mempelajari “kapabilitas militer inovatif” Israel di dekat Gaza
Pada Mei lalu, Dirjen Kementerian Pertahanan Israel, Jenderal Eyal Zamir menyatakan Israel sedikit lagi menjadi negara “superpower” AI karena telah menerapkan teknologi kecerdasan buatan untuk mempercepat proses analisis dan pengambilan keputusan.
Namun akhir pekan lalu, sistem AI Israel gagal total memberikan peringatan dini potensi serangan oleh Hamas.
Sejumlah pos militer dan perumahan yang berlokasi terdekat dengan Gaza berhasil diduduki dengan mudah oleh pejuang Hamas, sebagian besar tanpa peringatan. Di sisi lain, pertahanan Iron Dome canggih milik Israel tak mampu membendung hujan roket yang diluncurkan pejuang Hamas.
Amerika Serikat dan sekutunya, sebagai pendukung utama Israel, tahun lalu membanggakan kemampuan sistem peringatan dini mereka dalam “memprediksi” invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. Pada akhir pekan lalu, intelijen negara Adidaya tersebut juga “kebobolan.”
“Seharusnya ada tanda peringatan. Jelas, Hamas bisa melakukan semua ini tanpa meninggalkan jejak data, atau petunjuk sebetulnya ada tetapi tidak bisa diinterpretasikan dari data yang ada,” kata seorang mantan pejabat intelijen negara Barat kepada Reuters.
Serangan Hamas menunjukkan bahwa Israel terlalu percaya diri terhadap kemampuan AI mereka. Menurut Reuters, hal ini bisa menjadi peringatan kepada pemerintah lain yang kini berlomba-lomba mengandalkan pihak ketiga (kontraktor) penyedia teknologi AI.
Teknologi AI, menurut Reuters, bisa memberikan kapabilitas luar biasa dalam mengolah data dalam jumlah sangat besar, terutama data teknis pemantauan wilayah seperti sonar dan radar. Namun, efektivitas AI sangat bergantung kepada sumber datanya.
Di Gaza, yang padat penduduk, data yang tersedia sangat kompleks dan sulit diterjemahkan.
Keterbatasan kemampuan AI Israel juga tampak dari serangan balasan mereka ke Gaza. Militer Israel selalu menyalahkan Hamas setiap kali operasi militer mereka membunuh banyak warga sipil.
Israel padahal menyatakan telah menerapkan serangan dari hasil intelijen yang akurat di tiap operasi militer dan peperangan. Namun, serangan pada 2021, masih menewaskan 350 warga Palestina.
Dalam serangan beberapa hari ini saja, jumlah kematian tersebut sudah ditembus.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Pentingnya RI Kembangkan Teknologi Kecerdasan Buatan AI
(dem/dem)