Jakarta, CNN Indonesia —
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengungkap dua tantangan pengembangan kecerdasan buatan (AI) di Indonesia. Apa saja itu?
Pertama, kata Handoko, adalah big data asli Indonesia masih belum cukup banyak. Padahal, menurutnya untuk mengembangkan AI butuh data yang super banyak, agar mesin benar-benar cerdas.
“Dalam konteks AI ini jadi sebenarnya tantangan yang pertama adalah menciptakan big data asli Indonesia soalnya kalau kita bergantung data dari luar kita tidak bisa menciptakan bisnis kita sendiri,” kata Handoko dalam sebuah acara diskusi yang digelar di Kantor BRIN, Jakarta Pusat, Kamis (23/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Karena apa? Karena datanya itu akan di-protect, bukan teknologinya lagi. Kalau teknologi kita open, tapi data di-protect, padahal open source-nya enggak punya makna hampir semua library-nya,” ujar dia menambahkan.
Dia pun mendorong sejumlah pihak untuk mulai menambahkan data-data dari Indonesia.
Tanpa menciptakan kumpulan data besar dari Indonesia, ia menilai sulit mengelaborasi, kapitalisasi, eksplorasi data-data yang ada di Indonesia. Padahal, itu berpotensi menjadi bahan big data yang memang tidak ada di negara lain.
Menurut dia, Indonesia merupakan negara besar, sehingga memiliki berbagai keragaman. Dengan itu, big data di Indonesia bakal memiliki nilai lebih.
“Keberagaman kuliner misalnya untuk membuat AI yang menyajikan seluruh resep yang ada di Indonesia misalnya. Hal-hal seperti itu yang harus kita eksplorasi dan sedikit eksploitasi sehingga kita bisa menciptakan pasar lokal dulu,” jelas dia.
Kedua, sumber daya manusia (SDM). Menurut Handoko untuk mengembangkan AI, Indonesia butuh SDM yang bukan hanya jago di bidang pemrograman atau programmer.
“Bukan menciptakan programmer IT, karena programmer IT tidak bisa menciptakan itu, yang diciptakan itu harus orang-orang manajemen yang punya passion IT karena dia itu yang bisa pemikiran menciptakan misal tadi AI berbasis kuliner nusantara jadi harus di bidang-bidang seperti itu,” ungkap Handoko.
“Itu yang menjadi tantangan kita untuk ke depan, jadi bukan menciptakan orang IT-nya sendiri, karena jika orang IT-nya sendiri dia tidak akan bisa masuk ke kedokteran, dia tidak akan bisa masuk ke kuliner, karena tidak tahu dunianya,” tuturnya.
Menurut dia, hal ini harus diiringi dengan edukasi, formal dan juga non-formal. Ia menekankan setiap orang di masing-masing bidang mulai didorong untuk memahami dunia IT untuk mengembangkan AI.
“Tidak harus orang menjadi dididik menjadi programmer IT tapi justru orang di bidangnya masing-masing yang memiliki passion di bidang IT itu sudah cukup,” pungkasnya.
(tim/dmi)