BMKG Minta Ikhlas Ganti Sumber Energi Agar Suhu Tak Makin Gila


Jakarta, CNN Indonesia —

Kadar Gas Rumah Kaca (GRK), yang membuat Bumi makin panas, tercatat mengalami peningkatan di Indonesia. Pergantian sumber energi fosil pun didorong. 

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkap ada peningkatan kadar GRK yang diukur di Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW), Bukit Kototabang, Sumatra Barat.

Stasiun ini merupakan salah satu dari 30 stasiun dunia yang mengawasi atmosfer.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Hasilnya sejak tahun 2004 atau sekitar tahun 2000 sampai tahun 2022 saat awal itu, konsentrasi gas rumah kaca, terutama Co2 itu 372 ppm (bagian per sejuta),” ucap Dwikorita, dalam Forum Medan Merdeka 9, Senin (16/10). 

“Jadi kenaikan selama berapa belas tahun selama 18 tahun itu sudah mencapai 40 ppm lebih, selama 14 tahun, itu di hutan,” cetusnya.

Beberapa jenis GRK di antaranya adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4), Dinitrogen oksida (N2O), Chlorofluorocarbon (CFC).

Jenis gas ini dihasilkan manusia dari berbagai aktivitas. Contohnya, penebangan hutan, pemakaian BBM baik di kendaraan bermotor atau PLTU, pupuk ternak, hingga pendingin udara/AC lawas.

GRK ini membuat panas Matahari tidak terlepas ke luar angkasa dan malah terjebak di bawah atmosfer Bumi. Hasilnya, Bumi bak oven; perlahan-lahan memanas.

Dwikorita mengatakan berbagai data lembaga meteorologi menunjukkan tren kenaikan suhu global.

“Suhu ini sudah meningkat naik sampai hari ini sudah mencapai hampir 1,2 derajat Celsius dan peningkatannya semakin curam setelah tahun 1970,” ucapnya.

Menurut Kesepakatan Paris (Paris Agreement), negara-negara wajib membatasi peningkatan panas 1,5 derajat Celsius. Menurut lembaga iklim Uni Eropa Copernicus, batas ini “mungkin terasa masih jauh dari kenyataan, tapi ini kemungkinan lebih dekat dari yang Anda pikir.”




Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian



Para pakar memprediksi batas suhu ini terlampaui antara tahun 2030 hingga awal 2050. Rekor tertinggi sempat terjadi pada Desember 2021 dengan suhu global pada posisi 1,21 derajat C.

“Jika tren pemanasan selama 30 tahun terus menanjak dan berlanjut, pemanasan global bisa mencapai 1,5 derajat C pada November 2033,” menurut Copernicus.

Jika itu dibiarkan, menurut World Resources Institute, berbagai efek buruk global terjadi; panas ekstrem jadi dua kali lipat, kepunahan berbagai spesies, gletser mencair lebih cepat, kota-kota pesisir tenggelam.

Apa yang mesti dilakukan?

Dwikorita menyarankan untuk memulai mencegah peningkatan GRK dari hal di depan mata.

“Mulai iklhas dan sepakat untuk mengganti energi yang lebih ramah lingkungan,” ucapnya.

“Bisa dengan listrik, bisa dengan surya, bisa dengan air, nah itu satu-satunya life style yang bergaya green. Jadi menggunakan energi yang non fosil seperti itu ditambah juga dengan penghijauan,” tandas dia.

[Gambas:Video CNN]

(rfi/arh)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *