Jakarta, CNN Indonesia —
Gunung berapi memunculkan ‘tanda-tanda’ sesaat sebelum erupsi. Apakah itu berarti letusannya bisa diprediksi?
Pada Senin (4/12), dua gunung berapi erupsi.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mengungkap empat kejadian erupsi Gunung Marapi, Sumatra Barat, dalam jangka waktu yang berdekatan sepanjang Senin (4/12) sore.
Luncuran awan panas guguran (APG) paling jauh mencapai 3 kilometer.
Pada Senin (4/12) malam, Gunung Anak Krakatau (GAK) di perairan Selat Sunda menyemburkan abu vulkanik hingga mencapai 2.000 meter di atas puncaknya.
Erupsi ini amat berdampak pada masyarakat yang tinggal di sekitarnya bahkan bisa secara global. Demi mitigasi itu, para pakar sejak lama meneliti tanda-tanda erupsi.
Badan Geologi AS (USGS) menyatakan erupsi melibatkan peningkatan magma ke permukaan yang normalnya menghasilkan gempa yang dapat dideteksi.
Erupsi juga dapat merusak permukaan tanah dan menyebabkan aliran panas yang tidak normal atau perubahan suhu dan kimia air tanah dan mata air.
Namun, semburan uap erupsi dapat terjadi dengan sedikit atau malah tanpa peringatan sama sekali. Pasalnya, air yang sangat panas melesat dan berubah menjadi uap.
Ada beberapa hal yang biasanya muncul sebelum erupsi yakni:
– Peningkatan dalam frekuensi dan intensitas gempa bumi.
– Aktivitas uap atau fumarolik yang terlihat dan area tanah panas yang baru atau yang membesar.
– Pembengkakan halus permukaan tanah.
– Perubahan kecil dalam aliran panas.
– Perubahan komposisi atau kelimpahan relatif gas fumarolik (gas yang muncul dari rekahan Bumi, seperti karbon dioksida, sulfur oksida, hidrogen sulfida, hidrogen klorida).
Meski begitu, USGS mewanti-wanti hal tersebut tidak selalu menandakan jenis atau skala letusan dan waktunya.
“Pertanda-pertanda ini tidak menunjukkan jenis atau skala letusan yang diperkirakan terjadi (informasi tersebut paling baik diperoleh dengan memetakan letusan sebelumnya),” kata USGS.
“Pertanda-pertanda ini dapat berlangsung selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun sebelum aktivitas letusan dimulai, atau dapat mereda kapan saja dan tidak diikuti dengan letusan. Gunung berapi Campi Flegrei di Italia telah menunjukkan tanda-tanda kerusuhan selama lebih dari 60 tahun.”
Kesulitan untuk meneliti
Einat Lev, associate research professor bidang seismologi, geologi dan tektonofisika di Columbia University Lamont-Doherty Earth Observatory mengungkapkan, teknologi untuk mendapatkan informasi soal erupsi sebetulnya sudah ada.
“Tetapi sayangnya, hanya ada sedikit tempat yang punya cukup sensor yang siap. Mendapatkan instrumen untuk gunung berapi pun terkadang bisa menyulitkan karena mereka ada di area yang jauh, berbahaya, atau memang sulit saja,” katanya seperti dikutip situs resmi Columbia University.
Einat mengatakan, biasanya, hanya ada satu periset yang pergi ke sebuah gunung berapi. Pasalnya, biaya mengirim tim besar yang berisikan banyak periset sangat mahal.
“Jadi secara umum, teknologi untuk mendapatkan informasi soal erupsi sudah ada. Tetapi masalahnya ada di ekonomi,” ujar Einat.
Lebih lanjut, Einat mengatakan, tingkat prediksi erupsi gunung hanya mencapai 20 persen. Jumlah itu pun tergolong rendah jika mengingat krusialnya sistem peringatan untuk warga yang tinggal di sekitar gunung berapi aktif.
Beberapa gunung berapi, katanya, juga hanya mengeluarkan sedikit tanda sebelum meletus. Namun di lain waktu, ada gunung berapi yang terlihat begitu aktif namun justru tak ada apa-apa yang terjadi selama berbulan-bulan.
Karena itulah, Einat mengungkapkan “sulit mengumpulkan data yang cukup untuk menemukan pola yang jelas dari sekian banyak perilaku gunung berapi. Banyak lokasi tak punya data yang cukup karena masalah finansial, tetapi terkadang kita melihat sinyal yang salah,”
Sementara itu, Dosen Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Mirzam Abdurrachman mengungkapkan letusan gunung api dapat diprediksi melalui prediksi jangka pendek dan prediksi jangka panjang.
Prediksi jangka pendek dengan cara melihat aktivitas gunung api seperti seismicity, ground deformation, hidrologi, dan kandungan gas. Prediksi jangka panjang dapat diketahui dengan cara melihat periode letusan suatu gunung.
Prediksi jangka panjang ini dapat dilakukan dengan menghubungkan data setiap waktu letusan dengan volume yang dikeluarkan. Prediksi inilah yang bisa meminimalisasi risiko dampak dari letusan gunung api, baik korban jiwa maupun materi.
Mirzam juga mengungkapkan ada dua tipe erupsi yang diketahui yakni effusive eruption (lelehan lava) dan explosive eruption (lontaran abu dan segenap isinya).
“Dalam explosive eruption,ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu melihat komponen yang ada di dalam abu vulkanik. Ketika di dalam abu vulkanik banyak dipenuhi batu berarti sedang tahap pembukaan sumbat lava,” ujarnya dikutip dari situs resmi ITB.
“Ketika sudah banyak batu apung berarti sudah memasuki tahap utama, ketika hanya abu vulkanik berarti sudah tahap akhir. Dengan mengetahui hal sederhana tersebut, masyarakat diharapkan bisa mengukur sendiri pada tahap mana dalam suatu letusan ekslposif,” tandas dia.
(lth/arh)