Jakarta, CNN Indonesia —
Analis mengungkap peran teknologi dalam kesuksesan kelompok militan Palestina, Hamas saat melancarkan Operasi Badai Al Aqsa yang mengejutkan Israel pada 7 Oktober 2023. Simak penjelasannya.
Michele Groppi, Dosen di Departemen Studi Pertahanan Kings College London dan rekannya sesama peneliti Vasco da Cruz Amador dalam sebuah analisisnya mengungkap bahwa teknologi merupakan hal mendasar dalam memenangkan perang.
Hal ini dapat diamati sepanjang sejarah dan konflik-konflik yang terjadi saat ini dan yang sedang berkembang. Namun, Operasi Badai Al Aqsa yang dilancarkan Hamas 7 Oktober silam sekilas tampak sebagai anomali dengan paradigma ini.
Sebagai negara dengan program rekayasa militer dan pertahanan tercanggih, Israel dibuat kelabakan lewat operasi tersebut. Padahal banyak yang mengasumsikan bahwa memiliki teknologi pertahanan canggih sudah cukup untuk mencegah serangan tersebut.
Dalam serangan tersebut, Hamas hanya menggunakan buldoser dan paralayang untuk menembus perbatasan Israel, bukan dengan senjata berteknologi terbaru. Jip, pick-up, dan sepeda motor yang memungkinkan pasukan Hamas menyerbu kota-kota Israel.
Menurut mereka pembobolan dengan teknologiala kadarnya itu bisa dibilang menyebabkan salah satu serangan terbesar dalam sejarah.
“Tidak diragukan lagi bahwa Hamas menunjukkan para pejuang dan aktor non-pemerintah di mana pun tetap memiliki imajinasi dan kecerdikan yang diperlukan untuk mengatasi sistem teknologi tinggi,” tulis Groppi dan Amador dalam analisis berjudul ‘Technology and its Pivotal Role in Hamas’s Successful Attacks on Israel’ yang tayang di Gnet beberapa waktu lalu.
“Oleh karena itu, kita harus berharap dan bahkan menerima bahwa kelompok-kelompok serupa dan aktor-aktor tunggal mungkin terinspirasi oleh serangan-serangan Hamas,” lanjut mereka.
Namun, menurut keduanya hal ini tidak boleh mengubah pemahaman mengenai pentingnya teknologi bagi aktor non-pemerintah. Jika diamati lebih lanjut, jelas bahwa selama dekade terakhir Hamas sangat menekankan pada teknologi baru.
Pencarian senjata lebih canggih
Dari segi persenjataan, tidak ada yang revolusioner dalam serangan Hamas. Kelompok ini sebagian besar mengandalkan senapan mesin yang mudah didapat, seperti AK-47 dan granat tangan.
Namun yang perlu diperhatikan adalah arah yang diikuti kelompok Gaza selama beberapa tahun terakhir yang berupaya mencapai kemajuan teknologi. Secara tradisional, Hamas terkenal dengan roket Qassam yang diproduksi sendiri yang memiliki akurasi rendah dan tingkat friendly fire yang tinggi.
Namun dalam satu dekade terakhir, Iran mulai secara aktif mendukung, melatih, dan membekali Hamas dan para insinyurnya dengan keahlian teknologi. Hasilnya, kelompok tersebut kini mampu memproduksi roket yang dapat mencapai Tel Aviv dan sekitarnya.
Hal ini merupakan kemajuan besar dibandingkan dekade-dekade sebelumnya; pada tahun 2021, persenjataan Hamas mencakup 30.000 rudal, menurut perkiraan IDF.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Hamas mampu meluncurkan lebih dari 2.000 roket yang mampu melawan sistem canggih Iron Dom dan menutupi serangan darat di Israel selatan.
Namun, roket bukanlah satu-satunya sistem udara yang diandalkan Hamas pada Operasi Badai Al Aqsa. Hal baru dari serangan ini tidak terletak pada penggunaan drone oleh Hamas, setelah mendapat pasokan dari Iran.
Kemajuan Hamas dalam serangan tersebut adalah pemanfaatan strategi yang dilakukan oleh kelompok ini terhadap persenjataan semacam itu. Drone yang relatif murah dan buatan sendiri juga menargetkan sensor berteknologi tinggi dan menara komunikasi yang tersebar di seluruh pagar Israel, sehingga mengganggu komunikasi dan mengejutkan IDF.
Meskipun demikian, fakta bahwa Hamas berhasil menargetkan dan melumpuhkan tank canggih Merkava 4 pada tanggal 7 Oktober merupakan indikator kemampuan teknis mereka yang semakin meningkat.
Ketika Israel bersiap melakukan invasi, ancaman Hamas yang mengerahkan drone kecil buatan sendiri dapat secara signifikan menghambat kemajuan militer Israel di Jalur Gaza.
Infografis Kronologi Serangan ‘Kilat’ Hamas ke Israel (Foto: Basith Subastian/CNNIndonesia)
Strategi siber Hamas di halaman berikutnya…