Jakarta, CNBC Indonesia – Operator seluler kompak bicara soal perlu adanya regulasi yang mengatur kewajiban kerja sama antara penyelenggara platform digital seperti WhatsApp dan Telegram dengan operator seluler RI untuk menangani konten negatif.
Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys menjelaskan, pemblokiran konten di aplikasi seperti WhatsApp masih tergantung dari Kominfo.
“Diperlukan adanya regulasi kewajiban kerja sama antara penyelenggara OTT (Over The Top) yaitu para penyelenggara para digital dengan pihak operator telko agar konten-konten negatif bisa dimonitor jauh lebih efektif,” kata Merza saat RDPU dengan Komisi I DPR RI, Kamis (9/11/2023).
Ia menjelaskan bahwa opsel merupakan industri yang cukup ketat aturan, termasuk dalam Undang-Undang 36 Tahun 1999. Dalam UU ini, opsel punya batasan yang tidak bisa melihat konten secara langsung, apalagi yang disebarkan di dalam aplikasi.
“Di dalam UU ini, kami para penyelenggara telko tidak boleh melihat isi pesan. Jadi ibarat pos kita cuma tau amplopnya aja, tapi di dalam amplop surat isinya apa kita nggak liat,” jelasnya.
Foto: Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys dalam RDPU dengan Komisi I DPR RI, Kamis (9/11/2023). (CNBC Indonesia/Intan Rakhmayanti Dewi)
Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys dalam RDPU dengan Komisi I DPR RI, Kamis (9/11/2023). (CNBC Indonesia/Intan Rakhmayanti Dewi)
Sementara, layanan digital tidak tertampung dalam aturan tersebut. Ia menilai aturan itu sudah terlalu lama dan perlu penyegaran.
“Kami-kami di sini penyelenggara telko, tapi yang kita bicarakan ini digital space, dunia digital. UU itu sudah cukup lama, di mana isi UU belum mengenal digital,” ujarnya.
Kemudian, ia memberikan contoh soal penomoran atau numbering. Masing-masing perusahaan telko ditetapkan mendapat nomor, seperti 0881xxx, untuk layanan yang boleh diselenggarakan oleh mereka.
Tapi yang terjadi, WhatsApp dan Telegram menggunakan nomor tersebut yang belum tentu aktif.
“Jadi kalau punya nomor 0881xxx yang hari ini dipakai, kemudian dipakai WhatsApp, kemudian ga langganan lagi karena nggak diisi ulang, WA ini tetap hidup dengan nomor itu,” jelasnya.
“Ini salah satu kekosongan karena regulasi tidak mengatur apakah identitas nomor pelanggan yang 0881 sekian itu boleh digunakan untuk yang lain-lain,” lanjutnya.
Untuk itu salah satu poin kerjasama yang mereka ajukan, bahwa satu nomor yang sama hanya boleh digunakan oleh orang yang sama.
Melalui Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), pihak opsel sudah menyampaikan melalui Kominfo bahwa banyak kekosongan aturan mengenai aturan OTT di Indonesia.
“Operator berharap adanya kerjasama dengan OTT, dan kami sudah menyampaikan mengenai ini kepada pemerintah, kepada Kominfo, sehingga pengaturannya lebih lengkap,” ujar Chief Corporate Affairs XL Axiata Marwan O. Baasir, dalam kesempatan yang sama.
Menurutnya, saat ini OTT hanya numpang di atas network tanpa ada kompensasi komersial apapun.
Sementara Director & Chief Business Officer PT Indosat Tbk. (Indosat Ooredoo Hutchison/IOH), Muhammad Danny menyatakan, banyak hal yang bisa mereka lakukan jika menjalin kerjasama dengan OTT.
Selain alasan komersial, tapi ada juga alasan apa yang boleh dan tidak boleh yang bisa dilakukan OTT. Salah satunya KWC (Know Your Custommer), sehingga opsel bisa satu jalan dengan OTT dan apapun pencegahan dan pengendalian bisa dilakukan lebih baik lagi.
“Lewat usulan yang mereka sampaikan diharapkan bisa mencegah kejahatan judi, human trafficking, dan lain sebagainya,” terangnya.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Waspada Penipu WA Sedot Rekening, Kominfo Bongkar Modusnya
(fab/fab)