Akademisi Jawab Soal Mimpi Mahasiswa RI Berkarier di Luar Negeri


Jakarta, CNN Indonesia —

Salah satu fenomena yang terjadi di kalangan mahasiswa di Indonesia yakni ketika sudah terlalu nyaman kuliah di luar negeri hingga bermimpi berkarier di sana dan tak ingin kembali ke tanah air. Bagaimana akademisi menyikapinya?

Hal ini menjadi salah satu pertanyaan salah satu peserta seminar Digital Creative Leadership Forum yang diadakan CNN Indonesia, Kamis (9/11).

Dalam perbincangannya hadir tiga tokoh pembicara yakni Andi Kristianto (CEO INDICO), Tombak Matahari (Head of Study Program Visual Communication Sampoerna University), dan Ngurah Rangga W. (Head of Program Study Media Production Universitas Indonesia).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menanggapi hal tersebut, Rangga mengatakan bahwa sebetulnya mahasiswa melihat Indonesia sebagai tempat yang beragam sekali dan inklusif.

Walhasil, kata dia, generasi muda cenderung melihat Indonesia sebagai wadah untuk mengimplementasikan ilmu yang mereka dapat dari luar negeri.

“Jadi mindset dan skills agar bisa mengimplementasikan skills mereka di Indonesia.” ujar Rangga dalam acara tersebut, Kamis (9/11).

Pada ajang yang sama, Tombak Matahari tak mempermasalahkan soal mimpi berkarier di luar negeri. Dirinya lebih menekankan penggunaan materi-materi kebudayaan Indonesia dalam setiap karya ilmiah.

“Salah satu contohnya ada mahasiswa saya yang memiliki proposal ketika akan ke Eropa, dimana sisi baik nya adalah topiknya mengambil dari Indonesia”. ujar Tombak dalam acara Digital Creative Leadership Forum yang diselenggarakan CNN Indonesia di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta Pusat, Kamis (9/11).

Hal itu pun diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta kepada Indonesia.

“Mudah-mudahan dia cinta Indonesia dan saya selalu bilang kalau misalnya setelah lulus ya jangan pernah lelah mencintai Indonesia itu aja sih.” tambahnya.

Andi Kristianto memberi resep agar para mahasiswa memilih ‘pulang’ dan mengembangkan kampung halamannya.

“Jadi the best person of himself. sehingga yang bersangkutan bisa menemukan jati dirinya. Jadi bukan cuma masalah gaji lebih gede dan lain-lain, enggak mudah, tapi ya memang harus bisa,” ucapnya.

Sebelumnya, sejumlah peneliti mengungkapkan alasan keengganan untuk pulang dan berkarier di Indonesia adalah terutama karena birokrasi.

Periset kecerdasan buatan (AI) diaspora Indonesia di Jepang, Pitoyo Hartono, mengaku khawatir ketidakpahaman soal birokrasi di dalam negeri malah membuatnya tidak bisa berkontribusi.

Sementara, kata dia, pemerintah Jepang memiliki visi yang sangat jelas untuk iklim penelitian yang memudahkan para periset.

Berdasarkan riset perusahaan perekrutan profesional Robert Walters yang dirilis 1 September, tiga dari lima (60 persen) diaspora Indonesia menyatakan berencana untuk kembali ke Tanah Air dalam 5 tahun ke depan.

Temuan ini menunjukkan kenaikan dari data sebelumnya di 2021, yang mencatat hanya 46 persen responden yang mempertimbangkan untuk kembali ke Indonesia.

Kenaikan minat diaspora Indonesia untuk kembali ke Tanah Air dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Yakni, mau mengurus orang tua dan tinggal lebih dekat dengan kerabat/pasangan (68 persen); hubungan emosi, sosial, dan kultural yang mendalam dengan Indonesia (36 persen), peluang pekerjaan yang menarik (29 persen), ingin memberikan sumbangsih pada negara (25 persen).

Selain itu, ada keinginan untuk menghabiskan masa pensiun di Indonesia (20 persen).

Survei yang sama juga mengungkap masih ada 35 persen diaspora Indonesia menyatakan enggan untuk kembali ke Indonesia.

(arh)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *