Jakarta, CNN Indonesia —
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut cuaca panas yang melanda tahun ini salah satunya berdampak pada langkanya sumber air.
Hal ini diungkapkan Dwikorita berkenaan dengan evolusi iklim yang menghasilkan cuaca panas ekstrem di 2023.
“Situasi ini terjadi merupakan dampak dari perubahan iklim yang juga memberi tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah langka dan menghasilkan apa yang dikenal dengan water hotspot,” kata dia lewat keterangannya, Sabtu (18/11).
Kondisi tersebut, kata Dwikorita, semakin meningkatkan kekhawatiran terhadap stok pangan dunia.
Dikutip dari Phys, studi yang dilakukan para ilmuwan dari Pusat Penelitian Gabungan (JRC) Komisi Eropa, 2018, mengungkap persaingan mendapatkan sumber daya air yang terbatas dapat menimbulkan atau memperburuk ketegangan politik, ketidakstabilan regional, dan kerusuhan sosial.
JRC pun telah mengidentifikasi titik-titik mana saja yang jadi area persaingan keras dalam penggunaan sumber daya air yang dapat menyebabkan perselisihan antar negara.
“Daerah yang paling rentan adalah di sekitar sungai Nil, Gangga-Brahmaputra, Indus, Tigris-Efrat, dan Colorado,” menurut para ahli.
Kombinasi perubahan iklim dan pertumbuhan demografi kemungkinan akan memperburuk masalah hidro-politik ini.
Kelaparan
Dwikorita menyebut cuaca panas yang dialami Indonesia di tahun ini juga menyerang banyak tempat di seluruh belahan dunia. Bahkan, 2023 menjadi tahun penuh rekor suhu panas.
“Tahun ini (2023, red) adalah tahun penuh rekor temperatur. Kondisi ini tidak pernah terjadi sebelumnya, di mana heatwave (gelombang panas) terjadi banyak tempat secara bersamaan,” kata dia.
Pada Juli, heatwave yang melanda Amerika Barat tercatat mencapai 53 derajat Celsius.
Juni hingga Agustus pun menjadi tiga bulan terpanas sepanjang sejarah dan bulan Juli 2023 menjadi bulan paling panas mengalahkan 2016 dalam sejarah pencatatan iklim.
Dwikorita, mengutip prediksi Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), mengatakan suhu panas dan kelangkaan sumber air terus akan memicu krisis pangan. Bencana kelaparan pun diprediksi bisa terjadi pada 2050.
Untuk mencegah hal tersebut terjadi, lanjut dia, pemerintah bersama semua elemen masyarakat harus bekerjasama dan bergotong royong dalam melakukan aksi mitigasi.
Di antaranya, mulai dari penghematan listrik, air, pengelolaan sampah, pengurangan energi fosil dan menggantinya dengan kendaraan listrik, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, menanam pohon, restorasi mangrove, dan lain sebagainya.
[Gambas:Video CNN]
(arh/arh)