4 Sebab Gejala Aneh El Nino Tahun ini, Air Hangat Hingga La Nina


Jakarta, CNN Indonesia —

Para ahli menunjukkan fenomena iklim El Nino tahun ini punya gejala atmosfer unik seperti biasanya imbas kumpulan air hangat yang aneh di Pasifik sebelah barat hingga sisa La Nina.

El Nino dan La Nina merupakan anomali suhu lautan dan atmosfer di wilayah kotak imajiner yang meliputi sebagian besar wilayah Pasifik khatulistiwa bagian timur.

Dua fenomena yang tergabung dalam El Nino Southern Oscillation (ENSO) ini memicu perubahan curah hujan, untuk Indonesia misalnya, masing-masing kekeringan dan curah hujan tinggi.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Biasanya, perairan hangat di Pasifik tropis bagian timur, pusat El Nino, memanaskan udara di atasnya dan menyebabkan udara naik. Hal ini menciptakan area dengan tekanan udara rendah, hujan lebat, dan badai petir. Udara, pada gilirannya, mereda di atas Samudera Atlantik.

Selama musim dingin di belahan Bumi utara (Desember–Maret) yang dibarengi El Nino yang kuat, udara hangat terbentuk di Alaska, Kanada bagian barat, dan Amerika Serikat bagian utara.

Sementara itu, jet stream (gelombang angin kencang) Pasifik menyapu negara-negara bagian selatan, membawa kelembapan ke darat dan menyebabkan kondisi lebih dingin dan basah.

Masalahnya, kini atmosfer di pusat El Nino di Pasifik timur, atau sebelah timur garis tanggal internasional (international dateline) belum benar-benar merespons El Nino seperti biasanya.

Saat ini, wilayah naiknya udara panas di Pasifik timur masih sedikit dan lokasinya tersebar.

Apa sebabnya?

Air hangat di wilayah lain

Paul Roundy, profesor ilmu atmosfer di University of Albany, mengatakan ada kumpulan air hangat di bagian barat-tengah Pasifik, dekat garis tanggal Internasional, yang bukan pusat El Nino.

“[Fenomena tersebut] mendorong lebih banyak hujan tropis turun di sana, yang pada gilirannya mengurangi intensitas curah hujan di wilayah timur karena udara yang naik saat badai petir di Pasifik barat mereda kembali ke permukaan di wilayah timur, sehingga mengeringkan atmosfer,” urai dia, dikutip dari The Washington Post.

Menurutnya, mekanisme yang sama menciptakan “gelombang” yang mengurangi curah hujan di Pasifik timur.

Todd Crawford, ahli meteorologi di konsultan prakiraan cuaca Atmospheric G2, dalam kicauannya di X, mengakui respons atmosfer saat ini “tidak terlihat seperti kejadian El Nino kuat lainnya.”

Ia menyebut ada kemungkinan kumpulan panas di Pasifik barat, yang tidak pada tempatnya itu, menyebabkan pemanasan dan peningkatan pergerakan di sana. Karena kumpulan panas yang naik pasti turun, sebagian udara di Pasifik timur tenggelam.

Sampai kapan kehangatan di Pasifik barat ini akan ‘mengganggu’ El Nino yang sedang berkembang?

“Gangguan panas di Pasifik barat ini tampaknya menurun,” kata Roundy, “Dan sekarang terdapat banyak air hangat di timur garis tanggal yang memungkinkan hujan lebat turun di sana.”

Roundy juga menyebutkan hembusan angin barat yang diperkirakan akan mendorong air laut permukaan yang hangat ke Pasifik timur, sehingga mengekspos dan mengangkat air dingin dari bawah di Pasifik barat.

“Ini mungkin akan mendorong munculnya sinyal El Nino kuat yang lebih normal pada musim dingin ini,” katanya.

Layanan Cuaca Nasional (National Weather Service/NWS) AS menyebut kondisi El Nino yang kuat ini dapat bertahan sepanjang musim dingin di belahan Bumi Utara dan berlangsung hingga musim semi 2024.

Dalam pernyataannya, lembaga ini menyebut ada kemungkinan 35 persen El Nino akan menjadi “kuat secara historis” dari November hingga Januari.

“Peristiwa El Nino yang kuat meningkatkan kemungkinan terjadinya anomali iklim terkait El Nino namun tidak selalu berarti dampak yang kuat,” ungkap NWS dalam pernyataan pada 9 November.

MJO

Crawford juga mengungkap para ahli sedang “memantau” pola cuaca yang disebut Madden-Julian Oscillation (MJO)” untuk melihat apakah sinyal gerakan ke atas yang lebih klasik dan kuat muncul di sebelah timur garis tanggal internasional.”

MJO merupakan sirkulasi terbalik yang menyebar ke seluruh Pasifik, mendukung gerakan naik dengan badai petir di satu sisi, dan tenggelam serta mengeringkan udara di sisi lain.

Crawford menjelaskan setiap ‘denyut’ MJO berturut-turut mendorong naiknya udara di dekat garis tanggal internasional itu.

[Gambas:Twitter]

Sisa La Nina

Di luar dua sebab itu, Crawford membuka peluang soal efek sisa La Nina yang sempat awet tiga musim dingin berturut-turut.

“Masih ada respons terhadap La Nina yang tertunda dan belum sepenuhnya hilang.”

La Nina sempat bertahan bertahun-tahun hingga memicu musim panas yang basah alias hujan melulu di Indonesia. Efeknya, bencana hidrometeorologi seperti banjir kerap terjadi.

Perubahan iklim

Crawford juga menyinggung soal perubahan iklim global. 

“Meningkatnya suhu laut akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia juga mungkin berkontribusi terhadap pemanasan di Pasifik bagian barat.”

[Gambas:Video CNN]

(tim/arh)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *